Doa Kubangan
Di dalam tasbihnya, para Malaikat Allah senantiasa mendendangkan rasa iba mereka kepada manusia:
"Ya Allah, jika mereka menjahati sesamanya karena kejahatan, perintahkanlah kami untuk mencuci jiwa mereka, karena untuk hati jahat kami tidak berani memohonkan ampunan bagi mereka kepada-Mu. Namun jika mereka mengingkari-Mu karena kebutaan dan kebodohan, turunkanlah ampunan-Mu yang berupa cambuk yang membangunkan akal mereka"
"Ya Allah selamatkanlah manusia dari ketidakmengertian mereka atas diri mereka sendiri serta dari ketidakpahaman pergaulan di antara sesama mereka, sehingga mereka saling menghisap dan menghardik, memukul serta menginjak satu sama lain"
Namun seringkali para Malaikat itu tersenyum sendiri dan bergumam:
"Ya Allah, apakah Engkau pernah memberi wewenang kepada sejumlah manusia untuk berperan sebagai Engkau, sehingga semua manusia lainnya hanya Engkau perkenankan untuk patuh kepada sejumlah orang itu, tidak Engkau izinkan untuk bertanya dan Engkau larang untuk membantah?"
Kemudian senyumnya hilang dan ia meratap:
"Ya Allah, manusia tidak akan pernah sanggup memahami keadilan-Mu dan tak bakalan mampu memaknai kehendak-Mu. Ya Allah, mereka tiap hari merenung dengan hati sedih: kenapa orang yang bagi mereka harus Engkau angkat naik ke derajat nikmat-Mu malah Engkau biarkan terkapar di kubangan, dan kenapa orang yang menurut mereka seharusnya segera Engkau hukum dan Engkau jatuhkan, malah Engkau pelihara dan manjakan?"
Ada kalanya terdengar oleh para Malaikat itu suara Allah:
"Siapa bilang ia belum jatuh? Sudah lama ia terjerembab dan hampir terkeping-keping di jurang kerendahan!
Siapa yang membuatnya percaya bahwa kiniia sedang duduk di kursi kejayaan, sedangkan kemenangan yang ia nikmati itu membuatnya hina sebagai manusia
Hamba-hambaku berdoa agar Aku tidak terlalu mengacuhkannya dengan membiarkannya merasa takut dan menyangka akan dilindas kehancuran sesaat lagi, padahal kehancuran telah menjadi pakaian kebesaran sehari-hari orang itu
Hambaku yang tetap buta sampai hari tuanya itu percaya bahwa singgasana yang tak tergoyahkan adalah kekokohan, padahal itu adalah kekalahan yang amat memalukan dalam pertarungan melawan hakikat hidupnya sendiri
Ia yakin bahwa segala yang ia miliki serta caranya menghisap dan menimbunnya dari tanah yang bukan miliknya itu adalah kecanggihan, padahal itulah kedunguan yang bersarang di otak manusia sejak zaman purba
Ia menikmati jari-jemarinya memainkan seribu wayang, ia gerakkan ke kiri dan ke kanan, ia angkat dan campakkan, ia gebug dan lemparkan. Ia menyangka sedang berpesta kekuasaan, kepandaian dan harta, sedangkan yang ia lakukan sebenarnya adalah membuang habis jatah hari depannya sendiri di dalam kehidupan sejati yang Aku sediakan
Ia merasa sedang membangun menara-menara, monumen-monumen dan makam keistanaan, sedangkan yang ia tumpuk sesungguhnya adalah batu-bata kerendahan, yang ia gali sesungguhnya adalah kubangan sejarah bagi nama buruknya sendiri yang kelak disebut-sebut oleh jutaan anak cucu dengan hati mengutuk"
Kemudian para Malaikat itu seolah-olah meneruskan sendiri kalimat-kalimat-Nya:
"Maka sambil kau impikan agar ia memulai bangkit dari kehancuran di kubangan itu, dengarkanlah kembali suara ruh-ruh dari gundukan-gundukan tanah di kuburan ・bahwa jika seseorang tak bisa menghentikan dusta sampai di usia senjanya, ia akan kaget karena dibohongi oleh nasibnya sendiri
Bahwa kalau sekarang tak segera ia letakkan pisau penindasan itu, masa depan dan kematiannya akan berdarah-darah, kodrat dirinya akan diseret beribu orang di jalanan, dan namanya akan dijadikan tabung pembuangan ludah masa depan
Bahwa hari ini adalah hari puncak kegelapan
Bahwa gelap sedang menyempurnakan dirinya
Kemudian asap yang mengepul di depanmu itu akan segera menjelma api
Bahwa retak-retak gempa sejarah akan menggurat di wajahmu dan di bumi
Bahwa matahari akan segera selesai dipermandikan oleh putaran alam, untuk menghadirkan hari baru yang tak ia sangka-sangka"
1994
(Emha Ainun Nadjib/Doa Mohon Kutukan/Risalah Gusti/1995/PadhangmbulanNetDok)
"Ya Allah, jika mereka menjahati sesamanya karena kejahatan, perintahkanlah kami untuk mencuci jiwa mereka, karena untuk hati jahat kami tidak berani memohonkan ampunan bagi mereka kepada-Mu. Namun jika mereka mengingkari-Mu karena kebutaan dan kebodohan, turunkanlah ampunan-Mu yang berupa cambuk yang membangunkan akal mereka"
"Ya Allah selamatkanlah manusia dari ketidakmengertian mereka atas diri mereka sendiri serta dari ketidakpahaman pergaulan di antara sesama mereka, sehingga mereka saling menghisap dan menghardik, memukul serta menginjak satu sama lain"
Namun seringkali para Malaikat itu tersenyum sendiri dan bergumam:
"Ya Allah, apakah Engkau pernah memberi wewenang kepada sejumlah manusia untuk berperan sebagai Engkau, sehingga semua manusia lainnya hanya Engkau perkenankan untuk patuh kepada sejumlah orang itu, tidak Engkau izinkan untuk bertanya dan Engkau larang untuk membantah?"
Kemudian senyumnya hilang dan ia meratap:
"Ya Allah, manusia tidak akan pernah sanggup memahami keadilan-Mu dan tak bakalan mampu memaknai kehendak-Mu. Ya Allah, mereka tiap hari merenung dengan hati sedih: kenapa orang yang bagi mereka harus Engkau angkat naik ke derajat nikmat-Mu malah Engkau biarkan terkapar di kubangan, dan kenapa orang yang menurut mereka seharusnya segera Engkau hukum dan Engkau jatuhkan, malah Engkau pelihara dan manjakan?"
Ada kalanya terdengar oleh para Malaikat itu suara Allah:
"Siapa bilang ia belum jatuh? Sudah lama ia terjerembab dan hampir terkeping-keping di jurang kerendahan!
Siapa yang membuatnya percaya bahwa kiniia sedang duduk di kursi kejayaan, sedangkan kemenangan yang ia nikmati itu membuatnya hina sebagai manusia
Hamba-hambaku berdoa agar Aku tidak terlalu mengacuhkannya dengan membiarkannya merasa takut dan menyangka akan dilindas kehancuran sesaat lagi, padahal kehancuran telah menjadi pakaian kebesaran sehari-hari orang itu
Hambaku yang tetap buta sampai hari tuanya itu percaya bahwa singgasana yang tak tergoyahkan adalah kekokohan, padahal itu adalah kekalahan yang amat memalukan dalam pertarungan melawan hakikat hidupnya sendiri
Ia yakin bahwa segala yang ia miliki serta caranya menghisap dan menimbunnya dari tanah yang bukan miliknya itu adalah kecanggihan, padahal itulah kedunguan yang bersarang di otak manusia sejak zaman purba
Ia menikmati jari-jemarinya memainkan seribu wayang, ia gerakkan ke kiri dan ke kanan, ia angkat dan campakkan, ia gebug dan lemparkan. Ia menyangka sedang berpesta kekuasaan, kepandaian dan harta, sedangkan yang ia lakukan sebenarnya adalah membuang habis jatah hari depannya sendiri di dalam kehidupan sejati yang Aku sediakan
Ia merasa sedang membangun menara-menara, monumen-monumen dan makam keistanaan, sedangkan yang ia tumpuk sesungguhnya adalah batu-bata kerendahan, yang ia gali sesungguhnya adalah kubangan sejarah bagi nama buruknya sendiri yang kelak disebut-sebut oleh jutaan anak cucu dengan hati mengutuk"
Kemudian para Malaikat itu seolah-olah meneruskan sendiri kalimat-kalimat-Nya:
"Maka sambil kau impikan agar ia memulai bangkit dari kehancuran di kubangan itu, dengarkanlah kembali suara ruh-ruh dari gundukan-gundukan tanah di kuburan ・bahwa jika seseorang tak bisa menghentikan dusta sampai di usia senjanya, ia akan kaget karena dibohongi oleh nasibnya sendiri
Bahwa kalau sekarang tak segera ia letakkan pisau penindasan itu, masa depan dan kematiannya akan berdarah-darah, kodrat dirinya akan diseret beribu orang di jalanan, dan namanya akan dijadikan tabung pembuangan ludah masa depan
Bahwa hari ini adalah hari puncak kegelapan
Bahwa gelap sedang menyempurnakan dirinya
Kemudian asap yang mengepul di depanmu itu akan segera menjelma api
Bahwa retak-retak gempa sejarah akan menggurat di wajahmu dan di bumi
Bahwa matahari akan segera selesai dipermandikan oleh putaran alam, untuk menghadirkan hari baru yang tak ia sangka-sangka"
1994
(Emha Ainun Nadjib/Doa Mohon Kutukan/Risalah Gusti/1995/PadhangmbulanNetDok)
Komentar
Posting Komentar