Al-Baqoroh Telah memberi Kita Alarm (iii)
Kita memang seringkali bersikap konsumtif terhadap jaminan-jaminan Allah. Padahal jaminan itu memerlukan kreativitas kita : artinya kita harus mengasah radar rokhani kita dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, baru kemudian berjanji Allah itu pantas untuk kita kenyam.
Sikap konsumtif itu nampakjuga pada kebiasaan banyak Muslim yang karena berbagai konditioning lingkungan ia tidak meletakkan Al Qur'an sebagai buku pokok atau literatur utama di tengah tumpukan buku-buku bantu yang bisa diperoleh di toko-toko buku atau di Universitas dan Sekolah. Ibarat batu permata rokhaninya kurang digosok sehingga tidak cukup mengkilat untuk mampu memantulkan cahaya Allah.
Ayat 1 Al-Baqoroh, adalah suatu isyarat. Alf Laam Miim. Para Ulama menyerahkan artinya kepada Allah, sementara Ulama lainnya mencoba menafsirkannya. Ada yang menyebut itu adalah nama Surat, yang lainnya berpendapat itu semacam atraksi untuk menarik perhatian pembacanya, lainnya lagi menganggap itu suatu petunjuk bahwa bukan tidak ada maksud Allah untuk menurunkan Al Qur'an dalam Bahasa Arab, bukan Bahasa Jawa.
Tentu saja allohu a'lamu bishshowaab. Namun yang jelas : ia adalah suatu misteri, suatu rahasia. Tidak jelas rahasia macam apa, tapi jelas bahwa rahasia tersebut adalah rahasia. Mengapa ia suatu isyarat? Karena jika sebuah rahasia terang-terangan dijadikan intro (ayat pertama) dari Surat terpanjang ini, tentulah itu suatu tuntunan implisit bahwa memang demikian banyak rahasia yang sebaiknya kita'survey' di dalam ayat-ayat AlQur'an. Kita tidak paham apa Alif Laam Miim, tetapi kata ayat 2 : Tak ada keragu-raguan padanya, ia adalah petunjuk bagi orang-orang bertaqwa.
Adakah kita diberi petunjuk melalui rahasia? Ya, kata ayat 3, apabila kita adalah benar-benar orang-orang yang beriman kepada ghoib, yang mendirikan sembahyang serta menafkahkan sebagian rejeki. Dan kita tahu, yang ghoib, yang menurut para ahli Islam adalah segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, temyata bukan hanya para Malaikat, hari Akhirat dan lain-lain. Kita bisa membaca dan menuliskan Alif Laam Miim, namun ghoiblah yang dikandungnya. Maka sungguh mengherankan mengapa kita amat rajin menelusuri rahasia Al Qur'an. Maka sesungguhnya justru rahasia Alif Laam Miim itulah yang merangsang gairah, semangat dan tenaga setiap Muslim untuk dengan penuh sukacita dan rasa cinta meneruskan membaca ayat-ayat selanjutnya dan seterusnya, agar ia bisa bergabung dengan rahasianya.
Di bagian atas telah saya sebutkan tentang tidak ada satu gejala kehidupan pun yang tidak terangkum dalam Al Qur'an, kemudian diperingatkannya dan diberinya tuntunan. Artinya ayat-ayat Al Qur'an itu selalu aktual. Meskipun ia dulu memang diturunkan berdasarkan suatu proses kesejarahan tertentu, konteks sosiologis dan asbabun-nuzul tertentu, tetapi bukan Al Qur'anlah namanya apabila sesudah lewat suatu era sejarah tertentu lantas ia pun ikut lewat dan kehilangan aktualitas. Membaca dan menerapkan (dalam rasa dan pikiran) ayat demi ayat Al-Baqoroh umpamanya, kita segera akan bertemu dengan berbagai potret kehidupan masa kini yang sering kita alami, kita libati, dan kita amati.
(bersambung)====>>>>
(Emha Ainun Nadjib/"Nasionalisme Muhammad - Islam Menyongsong Masa Depan"/Sipress/1995/PadhangmBulanNetDok)
Sikap konsumtif itu nampakjuga pada kebiasaan banyak Muslim yang karena berbagai konditioning lingkungan ia tidak meletakkan Al Qur'an sebagai buku pokok atau literatur utama di tengah tumpukan buku-buku bantu yang bisa diperoleh di toko-toko buku atau di Universitas dan Sekolah. Ibarat batu permata rokhaninya kurang digosok sehingga tidak cukup mengkilat untuk mampu memantulkan cahaya Allah.
Ayat 1 Al-Baqoroh, adalah suatu isyarat. Alf Laam Miim. Para Ulama menyerahkan artinya kepada Allah, sementara Ulama lainnya mencoba menafsirkannya. Ada yang menyebut itu adalah nama Surat, yang lainnya berpendapat itu semacam atraksi untuk menarik perhatian pembacanya, lainnya lagi menganggap itu suatu petunjuk bahwa bukan tidak ada maksud Allah untuk menurunkan Al Qur'an dalam Bahasa Arab, bukan Bahasa Jawa.
Tentu saja allohu a'lamu bishshowaab. Namun yang jelas : ia adalah suatu misteri, suatu rahasia. Tidak jelas rahasia macam apa, tapi jelas bahwa rahasia tersebut adalah rahasia. Mengapa ia suatu isyarat? Karena jika sebuah rahasia terang-terangan dijadikan intro (ayat pertama) dari Surat terpanjang ini, tentulah itu suatu tuntunan implisit bahwa memang demikian banyak rahasia yang sebaiknya kita'survey' di dalam ayat-ayat AlQur'an. Kita tidak paham apa Alif Laam Miim, tetapi kata ayat 2 : Tak ada keragu-raguan padanya, ia adalah petunjuk bagi orang-orang bertaqwa.
Adakah kita diberi petunjuk melalui rahasia? Ya, kata ayat 3, apabila kita adalah benar-benar orang-orang yang beriman kepada ghoib, yang mendirikan sembahyang serta menafkahkan sebagian rejeki. Dan kita tahu, yang ghoib, yang menurut para ahli Islam adalah segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, temyata bukan hanya para Malaikat, hari Akhirat dan lain-lain. Kita bisa membaca dan menuliskan Alif Laam Miim, namun ghoiblah yang dikandungnya. Maka sungguh mengherankan mengapa kita amat rajin menelusuri rahasia Al Qur'an. Maka sesungguhnya justru rahasia Alif Laam Miim itulah yang merangsang gairah, semangat dan tenaga setiap Muslim untuk dengan penuh sukacita dan rasa cinta meneruskan membaca ayat-ayat selanjutnya dan seterusnya, agar ia bisa bergabung dengan rahasianya.
Di bagian atas telah saya sebutkan tentang tidak ada satu gejala kehidupan pun yang tidak terangkum dalam Al Qur'an, kemudian diperingatkannya dan diberinya tuntunan. Artinya ayat-ayat Al Qur'an itu selalu aktual. Meskipun ia dulu memang diturunkan berdasarkan suatu proses kesejarahan tertentu, konteks sosiologis dan asbabun-nuzul tertentu, tetapi bukan Al Qur'anlah namanya apabila sesudah lewat suatu era sejarah tertentu lantas ia pun ikut lewat dan kehilangan aktualitas. Membaca dan menerapkan (dalam rasa dan pikiran) ayat demi ayat Al-Baqoroh umpamanya, kita segera akan bertemu dengan berbagai potret kehidupan masa kini yang sering kita alami, kita libati, dan kita amati.
(bersambung)====>>>>
(Emha Ainun Nadjib/"Nasionalisme Muhammad - Islam Menyongsong Masa Depan"/Sipress/1995/PadhangmBulanNetDok)
Komentar
Posting Komentar