Supremasi Keselarasan (iii - Selesai)

*_Negeri Demokrasi Sufi_*

Tidak sengaja spontan saya merespon: "Itu makar, Kiai!"

Pak Kiai tertawa. "Alhamdulillah tidak perlu ada makar. Di negerimu rakyat tidak merasa terancam, sepanjang mereka masih punya sandang pangan, yang mereka bisa mengusahakannya sendiri, dengan atau tanpa Pemerintah. Pemerintah tidak perlu melakukan apapun, sebenarnya rakyat tidak masalah. Bahkan banyak rakyat yang mempersilahkan uang pajak nasional itu dibagi-bagi saja oleh para Pejabat, tidak ada masalah, asalkan jangan mempremani atau memalak rakyat yang sedang bekerja
mencari nafkah. Jadi, sekali lagi, tidak ada makar. Memang ada kehancuran nilai, moral, mental, intelektual dan spiritual, tidak itu tidak dianggap kehancuran. Kehancuran yang dikenal oleh bangsamu hanyalah kehancuran fisik."

"Maka alhamdulillah bayi itu akan lahir. Kita semua berdoa, jika ada yang berusaha membuntu lubang rahim Ibu Pertiwi, sehingga diharapkan sang Bayi akan batal lahir, semoga jangan lantas ada keputusan Operasi Cesar oleh petugas-petugas Jagad Raya, para Eksekutor Alam Semesta, oleh Kepala-Kepala Dinas Samudera dan Tsunami, Hujan, Banjir dan Longsor, Gunung, Lempengan Bumi di perut bumi Nusantara dan Gempa, Pemanasan Global, Gas Metan di Kutub Utara, anarkisme meteor-meteor, serta ruh-ruh
Energi dan Frekwensi yang serabutan maqamat-nya, serta sejumlah birokrat langit bumi lainnya"

"Akan tetapi bencana-bencana itu bisa tak perlu terjadi, karena semua semua yang terjadi ini tetap dalam lingkup Pancasila, yang menjunjung tinggi nilai-nilai rohaniah. Bencana-bencana itu bisa batal, meskipun korupsi makin merajalela. Karena dalam Pancasila terbuka peluang sangat luas untuk menafsirkan nilai-nilai. Misalnya, sesungguhnya itu semua bukan korupsi, bukan sistem yang korup, bukan pencurian yang merata ?
melainkan Shadaqah. Shadaqah adalah beralihnya uang, dana atau jasa secara sukarela dari satu tangan ke tangan lain.

Ciptakan suatu atmosfir kenegaraan dengan wacana-wacana yang membuat semua peralihan keuangan itu bersifat sukarela dan bermakna shodaqah.
Sosialisasikan nilai bahwa ridha bir-ridla atau saling sukarela adalah pencapaian silaturahmi yang ideal. Kalau ada yang belum ridha dan merasa itu adalah pemerasan, harus dididik sampai bisa mencapai ridha.
Kewajiban mendidik warganegara menuju tingkat ridha itulah tugas Pemimpin, Pemerintah, Para Wakil Rakyat, Kaum Ulama segala Agama, Pers dan semua pelaku-pelaku utama yang lain dalam seiarah. Pasanglah spanduk di jalan-jalan yang mendidik publik: `Relakanlah ke manapun uang Negara pergi, toh yang memakai adalah sesama manusia, sesama makhluk Allah'.

"Pancasila bisa menggali nilai-nilai Agama, misalnya Sufisme. Kalau perlu dilegalisir saja pedoman nasional bahwa Negeri kita adalah Negeri Demokrasi Sufi yang berlandaskan pancasila. Di dalam Negeri Demokrasi Sufi, Presidennya harus Sufi, seluruh Menteri dan Pejabat-pejabatnya harus Sufi. Demikian juga Tentaranya, Polisinya, termasuk para
Pengusahanya, olahraganya, keseniannya, harus Sufi. Presiden Sufi adalah Presiden yang sesungguhnya tidak bersedia menjadi Presiden lagi, tetapi demi Indonesia bersatu maka `Lanjutkan!'. " "Kabinet Sufi adalah Menteri-Menteri yang rela lilo legowo tidak ditempatkan atau ditempatkan di penugasan Kementerian manapun, meskipun seandainya mereka tidak memiliki kompetensi proffesional. Kalau mereka menolak, akan bisa
terjadi pertengkaran antar kelompok politik. Presiden dan Menteri-Menteri Sufi harus menomersatukan kedamaian, dan menghindarkan segala kemungkinan konflik."

"Sufisme itu intinya adalah kesanggupan berpuasa. Berpuasa makna luasnya adalah sanggup melakukan sesuatu yang ia tidak suka, atau mampu tidak melakukan yang ia suka. Umpamanya saya tidak suka memeras orang, tetapi demi mengasah kemampuan rohaniah, maka saya memeras"

"Menutupi aib sesama manusia, adalah termasuk nilai Sufi yang tinggi.
Apalagi yang punya aib itu orang dijajaran tugas kita sendiri. Tuhan melarang hamba-Nya memperhinakan sesamanya. Bahkan dalam berolahraga, sebisa mungkin kita menjaga hati sesama manusia. Kalau kita menang dalam pertandingan sepakbola atau bulutangkis, harus kita perhitungkan bahwa lawan main kita pasti kesakitan hatinya kalau kita kalahkan. Maka yang terbaik adalah kita mengalah. Kalau ada striker lawan menggiring bola capk-capek ke gawang kita, Kiper kita harus minggir dan mempersilahkan
bola dimasukkan. Dengan demikian olahraga kita memiliki kwalitas nilai kemanusiaan yang sangat tinggi".

"Atau ambil contoh lain misalnya Pengusaha, Khusus di Indonesia, para Pengusaha memiliki peluang sangat besar untuk berjuang mencapai tingkat Sufi yang tertinggi. Para Pengusaha di Indonesia setiap saat harus siap bersedekah, setiap langkahnya harus bersedekah kepada Negara yang diberikan melalui para Pengurus Negara. Pengusaha yang tidak bersedekah, alhamdulillah pasti menjadi Sufi bangkrut."

"Sebab sedekah itu kemuliaan, bukan keanehan. Kamu tahu artinya sedekah?
Infaq yang tidak wajib itu namanya shadaqah, kalau wajib itu namanya zakat. Pengusaha Indonesia tidak wajib bershadaqah, tapi mereka perlu meningkatkan kwalitas rohaniahnya, sehingga yang sebenarnya tidak wajib bisa ditingkatkan menjadi wajib. Ada yang bertanya: apakah itu bukan pemerasan? Itu pemerasan hanya bagi Pengusaha yang tidak berhati ikhlas.
Jadi ini bukan soal hukum, melainkan soal keikhlasan hati. Kemudian ada lagi yang bertanya: apakah itu bukan sogokan? Alhamdulillah sama sekali bukan sogokan, sebab Pejabat yang menerima sedekah itu niatnya bukan mencari uang, melainkan menguji iman si Pengusaha"

*_Kaliber Dunia_*

"Saya akhiri kado ini", kata Kiai Alhamdulillah akhirnya, "karena saya ingin Gatra tetap langgeng penerbitannya"

Sampaikan respek saya kepada Gatra. Pers Indonesia, dan pasti juga Gatra, adalah salah satu sumber energi sosial dan pendidikan sejarah yang turut memberi sumbangan besar kepada Kebangkitan Indonesia 2012.
Koran-koran dan Majalah melakukan pencerdasan bangsa 3-5 kali lipat dibanding era-era sebelumnya. Televisi-televisi bekerja keras 24 jam sehari untuk membuat bangsanya menjadi sangat dewasa, matang dan berwawasan luas"

"Pers bisa ambil peranan besar dan hampir mutlak dalam hal Yaumul Qiyamat ini. Apalagi Pers Indonesia adalah pers terbebas di seluruh dunia. Paling merdeka dan independen. Pers Indonesia tidak punya atasan, semua yang lain adalah bawahannya: baik dan buruk, benar dan salah, indah dan jorok, informasi dan disinformasi, tuhan dan hantu, semuanya
patuh kepada kebijakan dan strategi redaksionalnya. Pers Indonesia sangat independen, berdiri karena dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri, setia dan memegang sepenuhnya hak untuk menghukum dirinya sendiri"

"Jangan lupa, mantapkan hati Gatra, bahwa uemokrasi Indonesia adalah demokrasi paling fenomenal dan gegap gempita di seluruh dunia. Hendaknya Gatra berbangga memiliki Pemerintah yang paling sukses dan prolifik di seluruh dunia. Gatra adalah bagian dari bangsa tertangguh dan paling proffesional me-/maintain/ kehidupannya masing-masing dibanding seluruh bangsa-bangsa lain di dunia. Manusia Gatra adalah manusia Indonesia,
manusia paling tahan uji, paling banyak tersenyum dan tertawa, bahagia, penyabar, pemaaf dan pelupa di seluruh dunia. Gatra adalah pelaku kebudayaan Indonesia, kebudayaan yang terkaya, paling ragam dan tak terbatas kreativitasnya sehingga tidak memerlukan bentuk dan kepribadian. Para pekerja Gatra adalah juga bagian yang indah dari dinamika kehidupan beragama di Indonesia, yang paling matang di seluruh dunia. Kematangan itu sedemikian rupa membuat para pemeluknya sudah sempurna prosesnya, tidak lagi memerlukan pemikiran, penafsiran, pembenahan atau perbaikan apapun"

"Dan akhirnya, jangan pernah lupa bersyukur Gatra dan bangsa Indonesia memiliki pemimpin seorang Negarawan tingkat tinggi dan Presiden berkaliber dunia. Gatra jangan ikuti orang-orang yang dangkal berpikirnya dan sempit pandangannya, yang selalu mengkritik Presidenmu sebagai pemimpin yang peragu, lamban, tidak punya ketegasan, tidak punya nyali untuk bertindak obyektif, atau macam-macam lagi kesimpulan-kesimpulan yang cengeng dan hanya bersifat impressional.
Alhamdulillah, beliau itu manusia yang sangat lembut perasaannya dan tidak hatinya tegaan. Beliau tidak kuat perasaannya menyaksikan satu saja warganegaranya yang kesakitan. Beliau pasti akan membela mati-matian siapapun yang akan dijatuhkan atau disakiti, terutama yang sudah membuktikan kerja keras dan kesetiaan kepada beliau. Beliau adalah Panglima Keselarasan".

/- Kado Ulangtahun buat Gatra, 22 November 2009/
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib www.kenduricinta.com/PadhangmbulanNetDok

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan - Trilogi Risalah Islam

Pengertian Mubahalah dan Risikonya

2932. NAJISKAH MUNTAHAN BAYI ?