Santri dan Modernisasi (i)
"Era Modern"
Apa yang kita sebut "era modern", memiliki daftar distorsi makna nilai-nilai kehidupan jauh melebihi era peradaban umat manusia sebelumnya. Borok paling serius dari "era modern" adalah inkonsistensi nilai-nilai, paradoksalisasi atau pembalikan filosofis, serta ambivalensi perilaku - personal maupun sistemik - yang disofistikasikan sedernikian rupa sehingga nampak tetap gagah dan indah. Maka ada suatu pemahaman dibawah sadar setiap bidang aktivitas, bahkan dalam pikiran setiap orang bahwa yang tidak modern adalah terbelakang, tidak maju dsb. Maka setiap orang berlomba-lomba memasuki peradaban modern.
Kalau mengacu pada pemikiran Weber tentang etika protestant menurutnya adalah "Need for Achievement".
Asumsi yang sama juga dianut oleh paham modemisasi dalam Islam. Keterbelakangan umat menurut mereka adalah akibat dari 'ada yang salah' dalam teologi yang dianut kaum Muslimin. Mereka menuduh teologi tradisional sebagai penyebab masalah. Maka dianutlah faham-faham teori yang berasal dari rahim ibu modernisasi, untuk mengejar apa yang dipahami sebagai (disebut) kemajuan.
Adakah Kaum Santri Terlibat di Dalamnya?
Indikator keterlibatan itu pertama-tama dikarenakan adanya akumulasi dari keterdesakan politis serta tak terbendungnya banjir tahayul budaya yang bernama "modernisasi", yang mampu membelah Kaum Santri menjadi dua bagian. Pertama, yang mempertahankan "kosmos" mereka secara subyektif dan alienatif.
Kedua, keterhanyutan di arus banjir tahayul modern tersebut, dengan mencanggihkan kesanggupan retorts untuk menggagahgagahkan dan mengindah-indahkan peranannya.
Kaum Santri secara langsung terlibat dan ikut menghidupi modifikasi modem "kultur abangan" terutama di kotakota besai, sementara lembaga-lembaga kesantrian habis waktu dan enerjinya sibuk untuk menyesuaikan dirt terhadap mekanisme sistem-sistem modern" yang berlaku, termasuk juga hukum-hukum kekuasaan yang mengendalikannya.
(bersambung) ====>>
(Emha Ainun Nadjib/ "Nasionalisme Muhammad" - Islam Menyongsong Masa Depan / Sipress / 1995 / PadhangmBulanNetDok)
Apa yang kita sebut "era modern", memiliki daftar distorsi makna nilai-nilai kehidupan jauh melebihi era peradaban umat manusia sebelumnya. Borok paling serius dari "era modern" adalah inkonsistensi nilai-nilai, paradoksalisasi atau pembalikan filosofis, serta ambivalensi perilaku - personal maupun sistemik - yang disofistikasikan sedernikian rupa sehingga nampak tetap gagah dan indah. Maka ada suatu pemahaman dibawah sadar setiap bidang aktivitas, bahkan dalam pikiran setiap orang bahwa yang tidak modern adalah terbelakang, tidak maju dsb. Maka setiap orang berlomba-lomba memasuki peradaban modern.
Kalau mengacu pada pemikiran Weber tentang etika protestant menurutnya adalah "Need for Achievement".
Asumsi yang sama juga dianut oleh paham modemisasi dalam Islam. Keterbelakangan umat menurut mereka adalah akibat dari 'ada yang salah' dalam teologi yang dianut kaum Muslimin. Mereka menuduh teologi tradisional sebagai penyebab masalah. Maka dianutlah faham-faham teori yang berasal dari rahim ibu modernisasi, untuk mengejar apa yang dipahami sebagai (disebut) kemajuan.
Adakah Kaum Santri Terlibat di Dalamnya?
Indikator keterlibatan itu pertama-tama dikarenakan adanya akumulasi dari keterdesakan politis serta tak terbendungnya banjir tahayul budaya yang bernama "modernisasi", yang mampu membelah Kaum Santri menjadi dua bagian. Pertama, yang mempertahankan "kosmos" mereka secara subyektif dan alienatif.
Kedua, keterhanyutan di arus banjir tahayul modern tersebut, dengan mencanggihkan kesanggupan retorts untuk menggagahgagahkan dan mengindah-indahkan peranannya.
Kaum Santri secara langsung terlibat dan ikut menghidupi modifikasi modem "kultur abangan" terutama di kotakota besai, sementara lembaga-lembaga kesantrian habis waktu dan enerjinya sibuk untuk menyesuaikan dirt terhadap mekanisme sistem-sistem modern" yang berlaku, termasuk juga hukum-hukum kekuasaan yang mengendalikannya.
(bersambung) ====>>
(Emha Ainun Nadjib/ "Nasionalisme Muhammad" - Islam Menyongsong Masa Depan / Sipress / 1995 / PadhangmBulanNetDok)
Komentar
Posting Komentar