Pembatal Keislaman

Di dalam agama Islam ada hal-hal yang dapat membatalkan keislaman seseorang apabila ia mengerjakannya. Hal-hal tersebut adalah :

Berdo’a dan meminta kepada selain Allah seperti kepada para Nabi dan wali-wali yang sudah wafat, atau kepada makhluk hidup yang ghaib. Firman Allah : “Dan janganlah kamu berdo’a kepada selain Allah, yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat kepadamu, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang zalim (musyrik).” (QS. Yunus : 106).

Dan sabda Nabi : “Barangsiapa mati dalam keadaan menyembah sekutu, selain Allah, niscaya masuk neraka.” (riwayati Bukhari).

Merasa kesal hatinya dengan tauhid kepada Allah dan enggan berdo’a. serta meminta pertolongan kepada para rasul atau wali-wali yang sudah wafat, atau kepada makhluk hidup yang ghaib. Firman Allah : “Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (QS. Az-Zumar : 45).

Ayat ini juga berlaku terhadap mereka yang memusuhi orang yang hanya meminta tolong kepada Allah saja.

Menyembelih binatang untuk/karena seorang Rasul atau wali. Berdasarkan firman Allah : “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah (binatang).” (QS. Al-Kautsar : 2).

Bernadzar untuk makhluk sebagai pendekatan dan penghambaan kepadanya. Padahal semestinya hanya untuk Allah saja. Firman Allah : “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat. Karena itu terimalah (nadzar) itu dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imran : 35).

Melakukan thawaf di sekeliling kuburan dengan niat ibadah. Karena thawaf hanya dilakukan di sekeliling Ka’bah, berdasarkan firman Allah: “…dan hendaklah mereka berthawaf di sekeliling Baitul ‘atiq (Ka’bah).” (QS. Al-Hajj : 29).

Tawakkal dan berserah diri kepada selain Allah, firmanNya : “… maka bertawakkallah kepadaNya saja jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.” (QS. Yunus : 84).

Ruku’ atau sujud dengan niat mengagungkan raja atau para pemimpin, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, kecuali yang melakukan hal itu bodoh (tidak tahu). Karena ruku’ dan sujud adalah ibadah untuk Allah saja.

Mengingkari salah satu rukun Islam, seperti : shalat, zakat, puasa dan haji. Atau mengingkari salah satu rukun iman, yaitu : iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, para Rasul, hari Ahir dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Atau mengingkari hal-hal yang sudah jelas dalam agama.

Membenci Islam atau sebagian dari ajaran Islam yang sudah merupakan ijma’ para ulama, baik yang menyangkut masalah ibadah, mu’amalah, ekonomi atau akhlak. Firman Allah : “Yang demikian itu sebenarnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (QS. Al-Qur’an), lalu Allah menghapuskan pahala amal mereka.” (QS. Muhamad : 9).

Berolok-olok dengan ayat Al-Qur’an, hadits shahih atau salah satu hukum Islam yang telah disepakati. Firman Allah : “Katakanlah: apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya? Kamu selalu berolok-olok. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman …” (QS. At-Taubah : 65-66).

Mengingkari Al-Qur’an, meskipun sedikit saja, atau hadits shahih. Ini dapat menyebabkan riddah (keluar) dari Islam apabila dilakukan dengan sadar dan sengaja.

Mencela Allah, mengutuki Islam, menghina Nabi atau memperolok keadaan beliau, atau mengkritik ajaran yang dibawanya. Itu semuanya menyebabkan kafir.

Mengingkari salah satu asma’, sifat atau af’al (perbuatan) Allah yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, apabila dilakukan bukan karena tidak tahu atau karena takwil.

Tidak mengimani seluruh rasul yang di utus oleh Allah untuk menyampaikan petunjuk kepada manusia, atau mengurangi jumlah mereka. Firman Allah : “…Kami tidak membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yang lain) dari Rasul-RasulNya…” (QS. Al-Baqarah: 285).

Memutuskan perkara dengan selain hukum Allah, dengan meyakini bahwa hukum Islam tidak sesuai untuk diterapkan, atau membolehkan berhukum dengan selain hukum Islam. Firman Allah :“…Barangsiapa yang  tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44).

Menjadikan selain Islam sebagai hakim (pemutus perkara), tidak rela atau menolak hukum Islam, atau merasa keberatan dengan hukum Islam. Firman Allah : “Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuh hati.” (QS. An-Nisaa’: 65).

Memberikan hak membuat undang-undang dan hukum kepada selain Allah, seperti sistim kedikatatoran atau sistim yang lain dimana mereka membolehkan untuk menentukan hukum yang bertentangan dengan hukum Allah. Firman Allah : “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan agama yang tidak diizinkah Allah untuk mereka…” (QS. As-Syu’ara : 21).

Mengharamkah sesuatu yang dihalalkan Allah atau menghalalkan sesuatu yang diharamkanNya. Seperti menghalalkan zina atau riba bukan karena ta’wil. Firman Allah : “…Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275).

Percaya terhadap ajaran-ajaran yang merusak Islam, seperti komunisme, atheisme, freemasonry yahudi, sosialisme, marxisme, sekularisme, nasionalisme yang lebih mengutamakan orang arab non Muslim daripada orang non arab yang muslim. Firman Allah : “Barangsiapa mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima sama sekali agamanya itu dan dia di akhirat termasuk orang yang rugi.” (QS. Ali-Imran : 85).

Merubah agama dan pindah dari Islam ke agama lain. Firman Allah : “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya dan mati dalam keadaan kafir, mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan akhirat…” (QS. Al-Baqarah : 217). Sabda Nabi : “Barangsiapa yang merubah agamanya maka ia harus dibunuh.” (Riwayat Bukhari).

Membantu orang Yahudi, Nasrani atau Komunis serta bahu-membahu dengan mereka dalam melawan orang Islam. Firman Allah : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang yahudi dan nasrani menjadi walimu. Mereka itu satu sama lain saling menjadi wali. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi walinya, maka sesungguhnya orang ittu termasuk golongan mereka.” (QS. Al-Maidah : 51).

Tidak mau mengkafirkan orang komunis yang tidak percaya kepada Tuhan, atau orang yahudi dan nasrani yang tidak percaya kepada Nabi Muhammad. Padahal Allah sendiri telah mengkafirkan mereka. FirmanNya : “Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang musyrik akan masuk neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Meraka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah : 6).

Pendapat sekelompok orang sufi tentang wihdatul-wujud (union mistik), yaitu bahwa apa yang ada di bumi ini adalah Allah. Sampai ada pemimpin mereka yang mengatakan :
Anjing dan babi itu tiada lain
Kecuali tuhan kita
Dan Allah itu tiada lain
Kecuali pendeta dalam gereja

Dan pemimpin mereka, (Al-Hallaj) mengatakan : “Aku adalah Allah dan Allah adalah aku”. Maka para ulama memutuskan hukuman mati terhadap dirinya.

Berpendapat bahwa agama terpisah dari negara dan bahwa Islam tidak mempunyai teori politik, sebab pendapat ini adalah pendustaan terhadap Al-Qur’an, hadits dan sirah (sejarah kehidupan) Nabi.

Berpendapat, sebagaimana yang dianut oleh sekelompok orang sufi, bahwa Allah menyerahkan kunci-kunci semua urusan kepada tokoh-tokoh wali. Ini merupakan syirik dalam af’al (perbuatan) Allah, bertentangan dengan firmannya : “Allah yang memiliki kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi …” (QS. Az-Zumar : 63).

Hal-hal yang membatalkan ke-Islaman ini serupa dengan hal-hal yang membatalkan wudhu’. Apabila seorang muslim melakukan salah satu hal tersebut, maka hendaklah ia memperbaharui keislamannya, meninggalkan hal yang membatalkannya dan bertaubat kepada Allah sebelum mati. Bila tidak demikian, maka akan sia-sia dan terhapuslah amalnya serta akan kekal di dalam neraka jahannam. Firman Allah : “Jika kamu mempersekutukan Allah; niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar : 65). Rasululloh pun telah mengajarkan kepada kita agar berdo’a: “Ya Allah, kami memohon kepadaMu perlindungan dari perbuatan syirik apapun yang kami ketahui. Dan kami memohon kepada-Mu ampunan terhadap apa yang tidak kami ketahui.” (Riwayat Imam Ahmad, dengan sanad hasan).

Jangan Percaya kepada Peramal
Rasululloh  bersabda : “Barangsiapa bertanya kepada peramal atau ahli nujum, kemudian ia percaya apa yang dikatakannya, berarti ia telah mengingkari apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (Hadits shahih riwayat Ahmad).

Haram hukumnya mempercayai ahli nujum, dukun, peramal, tukang sihir, orang yang mengaku mengetahui jiwa orang atau peristiwa-peristiwa yang lalu yang tidak diketahui orang atau mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sebab hal-hal tersebut adalah khusus ilmu Allah saja. Allah berfirman : “Dan Dia Maha Menetahui apa yang tersimpan dalam hati.” (QS. Al-Hadid: 6) Dan firman-Nya pula : “Katakanlah: tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (QS. An-Naml : 65) Rasululloh bersabda : “Barangsiapa mendatangi seorang peramal dan menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima baginya shalat selama empat puluh hari.” (HR. Muslim).

Apa yang dikatakan oleh para peramal itu sebenarnya hanyalah dugaan dan kebetulan saja. Umumnya tidak lebih dari dusta Karena bisikan setan dan tidak ada orang yang terbujuk kecuali orang yang kurang akalnya saja. Andaikata mereka mengetahui hal-hal yang ghaib, niscaya mereka akan mengambil harta yang tersimpan dalam perut bumi ini sehingga mereka tidak lagi menjadi orang fakir yang kerjanya mengelabui orang lain hanya mencari sesuap nasi dengan caa yang batil. Kalau mereka benar-benar mengetahui hal-hal yang ghaib, maka beritahulah kami apa rahasia-rahasia yahudi sehingga dapat ditumbangkan.

Jangan Bersumpah kepada Selain Allah
Sabda Rasululloh : “Janganlah kamu bersumpah dengan nama bapakmu. Barangsiapa bersumpah dengan nama Allah maka supaya berkata benar, barangsiapa diberi sumpah dengan nama Allah maka supaya menerima, dan barangsiapa yang tidak menerima maka terlepas dari Allah.” (Shahih, HR. Ibnu Majah. Lihat Shahih al-Jami’ No. 7124). Sabda Rasululloh : “Janganlah kamu bersumpah dengan nama bapakmu, atau ibumu, atau sekutu-sekutu. Janganlah kamu bersumpah kecuali dengan nama Allah. Dan janganlah kamu bersumpah kecuali dengan berkata benar.” (Shahih, HR. Abu Daud. Lihat Shahih al-Jami’ No. 7126) Sabda Rasululloh : “Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah berbuat syirik.” (Shahih, HR. Imam Ahmad dan periwayat lainnya)

Sabda Rasululloh : “Barangsiapa melakukan sumpah yang diharuskan kepadanya (oleh penguasa) untuk mengambil harta kekayaan seorang Muslim, tetapi dia dusta, maka ketika berjumpa Allah (pada hari kiamat) Dia akan murka kepadanya.” (Muttafaq Alaih)

Sabda Rasululloh : “Barangsiapa bersumpah, lalu memandang lebih baik membatalkan sumpahnya, maka hendaklah ia mengambil yang lebih baik dan melaksanakan kaffarat atas sumpahnya itu.” (HR. Muslim).
Sabda Rasululloh : “Barangsiapa bersumpah, tetapi mengatakan : “insyaallah”, maka jika dia mau, boleh melaksanakan sumpahnya; dan jika tidak, boleh tidak melaksanakan tanpa harus membayar kaffarat.” (Shahih, HR. An-Nasa’i. Lihat Shahih al-Jami’ No. 6082).

Abdullah ibnu Mas’ud berkata : “Bersumpah dengan nama Allah tapi dusta, lebih baik bagiku daripada bersumpah dengan selain nama Allah meskipun benar.”

Sabda Rasululloh : “Barangsiapa di antara kamu bersumpah dengan menyebut nama Al-Laata dan Al-Uzza, maka hendaklah ia mengatakan : Laa Ilaaha Illallah.” Dan barangsiapa berkata kepada sahabatnya : “Mari kita berjudi”, maka hendaklah ia mensedekahkan sesuatu.” (Muttafaq Alaih)

Sabda Rasululloh : “Barangsiapa bersumpah dengan (menyebut) agama selain Islam, sekalipun dusta, maka ia adalah sebagaimana yang dikatakannya.” (Muttafaq Alaih). Maksudnya : apabila seorang muslim mengatakan bahwa jika ia berbuat demikian maka ia adalah orang yahudi, atau nasrani. Dalam masalah ini, apabila maksudnya mengagungkan hal itu adalah kafir. Tetapi apabila yang dimaksud hanyalah pengandaian, maka perlu diteliti; jika ia ingin menjadi seperti itu adalah kafir, tetapi jika ia ingin menjauhi hal yang demikian maka tidak kafir. (lihat Fathul Bari, juz 11, hal. 536)

Kesimpulan
Hukumya haram bersumpah dengan makhluk, seperti Nabi, Ka’bah, amanat, tanggung jawab, anak, orang tua, kehormatan, seorang wali dan lain sebagainya. Hal ini adalah termasuk syirik Ashghar, karena mempersekutukan Allah dengan mengagungkan selainNya ketika bersumpah dengan namanya. Dan termasuk dosa besar yang wajib dilarang, ditinggalkan dan bertaubat darinya. Tetapi sumpah dengan selain Allah bisa menjadi syirik akbar, jika orang yang bersumpah dengan wali, umpamanya, mempunyai kepercayaan bahwa wali tersebut akan melakukan balas dendam kepadanya bila ia dusta dalam sumpahnya, karena dia telah mempersekutukan Allah dengan si wali dalam melakukan balas dendam dan mendatangkan madharat.

Sumpah dengan selain Allah bukan sumpah yang dibenarkan agama. Orang yang bersumpah demikian tidak harus melaksanakannya dan tidak wajib baginya kaffarat.

Barangsiapa bersumpah dangan memutuskan silaturrahim, atau berbuat maksiat, maka tidak boleh ia melaksanakan sumpahnya dan hendaklah membayar kaffarat. Kaffarat sumpah diterangkan dalam firman Allah : “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melaggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukumNya agar kamu bersyukur (kepadanya).” (QS. Al-Maidah : 89)

Jangan Beralasan dengan Taqdir
Setiap muslim harus berkeyakinan bahwa segala kebaikan dan keburukan terjadi menurut takdir Allah dan kehendakNya. Serta diketahui dengan ilmunya. Namun menjalankan perbuatan baik atau buruk itu timbul atas pilihan hambanya sendiri, sedang memperhatikan perintah dan laranganNya adalah wajib bagi seorang hamba. Oleh karena itu ia tidak boleh berbuat maksiat dengan dalih bahwa yang demikian itu sudah ditakdirkan oleh Allah. Allah telah mengutus Rasul-rasulNya serta menurunkan kitab-kitab agar rasul-rasul itu menjelaskan jalan yang menuju kebahagiaan dan yang menuju kesengsaraaan. Demikian pula Allah telah memuliakan manusia dengan akal fikiran dan menerangkan kepadanya jalan yang sesat dan benar. Firman Allah : “Sesunggunya Kami telah menunjukkan jalan yang lurus ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al-Insan : 3) Oleh karena itu apabila meninggalkan shalat atau minum arak ia berhak dihukum karena melanggar perintah/larangan Allah dan waktu itulah ia perlu sekali bertaubat dan menyesali perbuatan maksiatnya.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan - Trilogi Risalah Islam

Pengertian Mubahalah dan Risikonya

2932. NAJISKAH MUNTAHAN BAYI ?