Rasulullah Saw Perintahkan Imam Shalat Berjamaah Meringankan Bacaan
TANYA: Ada imam sholat yang suka lama banget ngimamin shalatnya. Baca Qurannya panjang, ruku' dan sujudnya juga lama, lebih lama dari kebiasaan jamaah pada umumnya.
Bukankah Rasulullah Saw memerintahkan para imam sholat untuk meringankan bacaannya?
JAWAB: Rasulullah Saw memerintahkan para imam shalat meringankan bacaan merupakan perkara yang sudah dipahami oleh para ulama, ustadz, yang biasa menjadi imam shalat atau memimpin shalat berjamaah.
Dalam hadits-hadits shahih, termasuk dalam Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, jelas sekali Nabi Muhammad Saw memerintahkan para imam untuk meringankan bacaan shalat. Lain halnya jika shalat sendirian.
إِذاَ صَلَّى أَحَدُكُمْ بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ
“Apabila salah seorang di antara kalian mengimami shalat, maka ringankanlah shalatnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, jika shalat sendiri, dipersilakan shalat lama dan bacaannya sepanjang-panjangnya. Bebas. Namun, jika jadi imam, maka ringankanlah bacaannya, pendekkan, karena jamaah itu beragam dan punya kepentingan sendiri-sendiri.
Inilah indahnya Islam. Sangat manusiawi. Rasulullah saja paham dan maklum, masa para imam tidak?
Berikut ini hadits-hadits selengkapnya tentang imam shalat yang harus meringankan bacaan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمْ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الصَّغِيرَ وَالْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَالْمَرِيضَ فَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang dalam kalangan kamu mengimamkan shalat, maka ringankanlah shalat (tersebut) karena dalam jama’ah tersebut ada golongan kanak-kanak, orang tua, orang yang lemah dan sakit. Sekiranya shalat bersendirian maka silahkan panjangkan bacaan menurut yang dikehendakinya.” (HR. Bukhari).
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مِمَّا يُطِيلُ بِنَا فِيهَا فُلَانٌ فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ غَضَبًا فِي مَوْعِظَةٍ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ
Dari Abu Mas’ud Al Anshari ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak jadi ikut melaksanakan shalat subuh karena lamanya shalat yang dilakukan oleh Fulan bersama kami.” Maka saya tidak pernah melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam marah melebihi kemarahannya pada saat itu ketika sedang memberikan nasihat. Beliau bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat lari orang lain, maka barangsiapa sholat bersama manusia (sebagai Imam), maka hendaknya ia meringankannya. Sebab di antara mereka ada orang yang telah tua, orang lemah, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. Ad Darimi).
Anas bin Malik berkata:
مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلَاةً وَلَا أَتَمَّ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ
“Aku tidak pernah shalat bersama seorang imam pun yang lebih pendek dan lebih sempurna shalatnya daripada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jika Baginda mendengar tangisan bayi, maka dia akan meringankan shalat kerana takut akan menimbulkan fitnah terhadap ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ringkasnya, para imam shalat perlu menyadari, shalat berjamaah jangan sampai memberatkan jama’ah (makmum).
‘Umar bin al-Khattab r.a. juga turut mengingatkan para imam agar tidak menimbulkan kemarahan para jamaah sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bayhaqi:
لَا تُبَغِّضُوْا إِلَى اللَّهِ عِبَادَهُ يَكُونُ أَحَدُكُمْ إِمَامًا فَيُطَوِّلُ عَلَى الْقَوْمِ الصَّلَاة حَتَّى يُبَغِّضَ إِلَيْهِمْ مَا هُمْ فِيْهِ.
“Jangan kamu membuat seorang hamba itu marah terhadap Allah dengan sebab tindakan kamu memanjangkan bacaan ketika mengimamkan shalat.”
Sekali lagi, masalah memanjangkan bacaan ini adalah berlainan situasinya jika shalat dilakukan sendirian. Shalat fardhu/shalat sunnah yang dilaksanakan seorang diri, diharuskan untuk memanjang bacaan sesuai dengan kemampuan. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*
Akan tetapi, bukanlah yang dimaksudkan meringkas shalat adalah membaca setiap rakaatnya dengan surat-surat pendek seperti Al-Ikhlash dan An-Nash atau semisalnya. Kita harus memahami maksud hadits di atas sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat syariat yang mulia ini. Jika penafsiran suatu hadits diserahkan kepada semua pihak, niscaya mereka akan berbeda penafsiran dan akan terus berselisih. Misalnya tentang penafsiran hadits ini, seorang penghafal Alquran akan mengatakan bahwa Surat Al-Anfal, Surat Yusuf, Surat Yunus, dan semisalnya adalah surat-surat yang pendek (karena dia telah menghafalnya di luar kepala), sementara orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran akan mengatakan bahwa surat Al-Ghosyiyah, Al-Alaq, Al-Balad, Adh-Dhuha, dan semisalnya adalah surat-surat yang panjang. Maka mustahil terjadi kesamaan persepsi dari setiap orang.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui siapakah seseorang yang shalatnya ringkas (pendek) ketika menjadi imam? Jawabnya tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sebuah hadits:
Dari Anas bin Malik berkata,
Hadits ini menunjukkan bahwa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya memendekkan shalat ketika menjadi imam, tetapi juga menyempurnakannya. Inilah maksud hadits yang diinginkan, karena demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan sabdanya dengan praktik secara langsung yang dilihat oleh para sahabat setiap hari.
Dalam hal ini, para imam perlu menyadari bahwa shalat yang sempurna ialah shalat yang tidak memberatkan para jama’ah sehingga menarik hati para jemaah untuk terus memakmurkan rumah Allah dengan hati yang tenang, senang dan memudahkan.
‘Umar bin al-Khattab Radhiallahu Anhu juga turut mengingatkan imam agar tidak menimbulkan kemarahan para jamaah. Peringatan ‘Umar ini diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam al-Sha‘ab dengan isnad yang sahih.
Masalah memberat dan memanjangkan bacaan ini adalah berlainan situasinya jika shalat dilakukan sendirian. Shalat fardhu/shalat sunnah yang dilaksanakan seorang diri diharuskan untuk memanjang bacaan mengikut kemampuan individu tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas.
- See more at: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:j__tUN4sPMAJ:darussalam-online.com/perintah-meringankan-shalat-bagi-imam-dan-memperpanjang-rakaat-pertama/+&cd=2&hl=en&ct=clnk&client=firefox-b#sthash.PHBtp2L0.dpuf
Bukankah Rasulullah Saw memerintahkan para imam sholat untuk meringankan bacaannya?
JAWAB: Rasulullah Saw memerintahkan para imam shalat meringankan bacaan merupakan perkara yang sudah dipahami oleh para ulama, ustadz, yang biasa menjadi imam shalat atau memimpin shalat berjamaah.
Dalam hadits-hadits shahih, termasuk dalam Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, jelas sekali Nabi Muhammad Saw memerintahkan para imam untuk meringankan bacaan shalat. Lain halnya jika shalat sendirian.
إِذاَ صَلَّى أَحَدُكُمْ بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ
“Apabila salah seorang di antara kalian mengimami shalat, maka ringankanlah shalatnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, jika shalat sendiri, dipersilakan shalat lama dan bacaannya sepanjang-panjangnya. Bebas. Namun, jika jadi imam, maka ringankanlah bacaannya, pendekkan, karena jamaah itu beragam dan punya kepentingan sendiri-sendiri.
Inilah indahnya Islam. Sangat manusiawi. Rasulullah saja paham dan maklum, masa para imam tidak?
Berikut ini hadits-hadits selengkapnya tentang imam shalat yang harus meringankan bacaan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمْ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الصَّغِيرَ وَالْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَالْمَرِيضَ فَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang dalam kalangan kamu mengimamkan shalat, maka ringankanlah shalat (tersebut) karena dalam jama’ah tersebut ada golongan kanak-kanak, orang tua, orang yang lemah dan sakit. Sekiranya shalat bersendirian maka silahkan panjangkan bacaan menurut yang dikehendakinya.” (HR. Bukhari).
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مِمَّا يُطِيلُ بِنَا فِيهَا فُلَانٌ فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ غَضَبًا فِي مَوْعِظَةٍ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ
Dari Abu Mas’ud Al Anshari ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak jadi ikut melaksanakan shalat subuh karena lamanya shalat yang dilakukan oleh Fulan bersama kami.” Maka saya tidak pernah melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam marah melebihi kemarahannya pada saat itu ketika sedang memberikan nasihat. Beliau bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat lari orang lain, maka barangsiapa sholat bersama manusia (sebagai Imam), maka hendaknya ia meringankannya. Sebab di antara mereka ada orang yang telah tua, orang lemah, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. Ad Darimi).
Anas bin Malik berkata:
مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلَاةً وَلَا أَتَمَّ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ
“Aku tidak pernah shalat bersama seorang imam pun yang lebih pendek dan lebih sempurna shalatnya daripada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jika Baginda mendengar tangisan bayi, maka dia akan meringankan shalat kerana takut akan menimbulkan fitnah terhadap ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ringkasnya, para imam shalat perlu menyadari, shalat berjamaah jangan sampai memberatkan jama’ah (makmum).
‘Umar bin al-Khattab r.a. juga turut mengingatkan para imam agar tidak menimbulkan kemarahan para jamaah sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bayhaqi:
لَا تُبَغِّضُوْا إِلَى اللَّهِ عِبَادَهُ يَكُونُ أَحَدُكُمْ إِمَامًا فَيُطَوِّلُ عَلَى الْقَوْمِ الصَّلَاة حَتَّى يُبَغِّضَ إِلَيْهِمْ مَا هُمْ فِيْهِ.
“Jangan kamu membuat seorang hamba itu marah terhadap Allah dengan sebab tindakan kamu memanjangkan bacaan ketika mengimamkan shalat.”
Sekali lagi, masalah memanjangkan bacaan ini adalah berlainan situasinya jika shalat dilakukan sendirian. Shalat fardhu/shalat sunnah yang dilaksanakan seorang diri, diharuskan untuk memanjang bacaan sesuai dengan kemampuan. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمْ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الصَّغِيرَ وَالْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَالْمَرِيضَ فَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang dalam kalangan kamu mengimamkan shalat, maka ringankanlah shalat (tersebut) karena dalam jama’ah tersebut ada golongan kanak-kanak, orang tua, orang yang lemah dan sakit. Sekiranya shalat bersendirian maka silahkan panjangkan bacaan menurut yang dikehendakinya.” (HR. Bukhari)عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مِمَّا يُطِيلُ بِنَا فِيهَا فُلَانٌ فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ غَضَبًا فِي مَوْعِظَةٍ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ
Dari Abu Mas’ud Al Anshari ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak jadi ikut melaksanakan shalat subuh karena lamanya shalat yang dilakukan oleh Fulan bersama kami.” Maka saya tidak pernah melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam marah melebihi kemarahannya pada saat itu ketika sedang memberikan nasihat. Beliau bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat lari orang lain, maka barangsiapa sholat bersama manusia (sebagai Imam), maka hendaknya ia meringankannya. Sebab di antara mereka ada orang yang telah tua, orang lemah, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. Ad Darimi, Bab. Perintahkan meringankan shalat bagi imam)Akan tetapi, bukanlah yang dimaksudkan meringkas shalat adalah membaca setiap rakaatnya dengan surat-surat pendek seperti Al-Ikhlash dan An-Nash atau semisalnya. Kita harus memahami maksud hadits di atas sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat syariat yang mulia ini. Jika penafsiran suatu hadits diserahkan kepada semua pihak, niscaya mereka akan berbeda penafsiran dan akan terus berselisih. Misalnya tentang penafsiran hadits ini, seorang penghafal Alquran akan mengatakan bahwa Surat Al-Anfal, Surat Yusuf, Surat Yunus, dan semisalnya adalah surat-surat yang pendek (karena dia telah menghafalnya di luar kepala), sementara orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran akan mengatakan bahwa surat Al-Ghosyiyah, Al-Alaq, Al-Balad, Adh-Dhuha, dan semisalnya adalah surat-surat yang panjang. Maka mustahil terjadi kesamaan persepsi dari setiap orang.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui siapakah seseorang yang shalatnya ringkas (pendek) ketika menjadi imam? Jawabnya tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sebuah hadits:
Dari Anas bin Malik berkata,
مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلَاةً وَلَا أَتَمَّ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ
“Aku tidak pernah shalat bersama seorang imam pun yang lebih pendek dan lebih sempurna shalatnya daripada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jika Baginda mendengar tangisan bayi, maka dia akan meringankan shalat kerana takut akan menimbulkan fitnah terhadap ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)Hadits ini menunjukkan bahwa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya memendekkan shalat ketika menjadi imam, tetapi juga menyempurnakannya. Inilah maksud hadits yang diinginkan, karena demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan sabdanya dengan praktik secara langsung yang dilihat oleh para sahabat setiap hari.
Dalam hal ini, para imam perlu menyadari bahwa shalat yang sempurna ialah shalat yang tidak memberatkan para jama’ah sehingga menarik hati para jemaah untuk terus memakmurkan rumah Allah dengan hati yang tenang, senang dan memudahkan.
‘Umar bin al-Khattab Radhiallahu Anhu juga turut mengingatkan imam agar tidak menimbulkan kemarahan para jamaah. Peringatan ‘Umar ini diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam al-Sha‘ab dengan isnad yang sahih.
لَا تُبَغِّضُوْا إِلَى اللَّهِ عِبَادَهُ يَكُونُ أَحَدُكُمْ إِمَامًا فَيُطَوِّلُ عَلَى الْقَوْمِ الصَّلَاة حَتَّى يُبَغِّضَ إِلَيْهِمْ مَا هُمْ فِيْهِ.
“Jangan kamu membuat seorang hamba itu marah terhadap Allah dengan sebab tindakan kamu memanjangkan bacaan ketika mengimamkan shalat.”Masalah memberat dan memanjangkan bacaan ini adalah berlainan situasinya jika shalat dilakukan sendirian. Shalat fardhu/shalat sunnah yang dilaksanakan seorang diri diharuskan untuk memanjang bacaan mengikut kemampuan individu tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas.
- See more at: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:j__tUN4sPMAJ:darussalam-online.com/perintah-meringankan-shalat-bagi-imam-dan-memperpanjang-rakaat-pertama/+&cd=2&hl=en&ct=clnk&client=firefox-b#sthash.PHBtp2L0.dpuf
Dalam hal panjang dan pendeknya bacaan, telah dibedakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam antara shalat sendirian dan shalat berjamaah. Berliau bersabda,
Akan tetapi, bukanlah yang dimaksudkan meringkas shalat adalah membaca setiap rakaatnya dengan surat-surat pendek seperti Al-Ikhlash dan An-Nash atau semisalnya. Kita harus memahami maksud hadits di atas sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat syariat yang mulia ini. Jika penafsiran suatu hadits diserahkan kepada semua pihak, niscaya mereka akan berbeda penafsiran dan akan terus berselisih. Misalnya tentang penafsiran hadits ini, seorang penghafal Alquran akan mengatakan bahwa Surat Al-Anfal, Surat Yusuf, Surat Yunus, dan semisalnya adalah surat-surat yang pendek (karena dia telah menghafalnya di luar kepala), sementara orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran akan mengatakan bahwa surat Al-Ghosyiyah, Al-Alaq, Al-Balad, Adh-Dhuha, dan semisalnya adalah surat-surat yang panjang. Maka mustahil terjadi kesamaan persepsi dari setiap orang.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui siapakah seseorang yang shalatnya ringkas (pendek) ketika menjadi imam? Jawabnya tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sebuah hadits:
Dari Anas bin Malik berkata,
Hadits ini menunjukkan bahwa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya memendekkan shalat ketika menjadi imam, tetapi juga menyempurnakannya. Inilah maksud hadits yang diinginkan, karena demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan sabdanya dengan praktik secara langsung yang dilihat oleh para sahabat setiap hari.
Dalam hal ini, para imam perlu menyadari bahwa shalat yang sempurna ialah shalat yang tidak memberatkan para jama’ah sehingga menarik hati para jemaah untuk terus memakmurkan rumah Allah dengan hati yang tenang, senang dan memudahkan.
‘Umar bin al-Khattab Radhiallahu Anhu juga turut mengingatkan imam agar tidak menimbulkan kemarahan para jamaah. Peringatan ‘Umar ini diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam al-Sha‘ab dengan isnad yang sahih.
Masalah memberat dan memanjangkan bacaan ini adalah berlainan situasinya jika shalat dilakukan sendirian. Shalat fardhu/shalat sunnah yang dilaksanakan seorang diri diharuskan untuk memanjang bacaan mengikut kemampuan individu tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas.
- See more at: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:j__tUN4sPMAJ:darussalam-online.com/perintah-meringankan-shalat-bagi-imam-dan-memperpanjang-rakaat-pertama/+&cd=2&hl=en&ct=clnk&client=firefox-b#sthash.PHBtp2L0.dpuf
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمْ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الصَّغِيرَ وَالْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَالْمَرِيضَ فَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang dalam kalangan kamu mengimamkan shalat, maka ringankanlah shalat (tersebut) karena dalam jama’ah tersebut ada golongan kanak-kanak, orang tua, orang yang lemah dan sakit. Sekiranya shalat bersendirian maka silahkan panjangkan bacaan menurut yang dikehendakinya.” (HR. Bukhari)عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مِمَّا يُطِيلُ بِنَا فِيهَا فُلَانٌ فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ غَضَبًا فِي مَوْعِظَةٍ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ
Dari Abu Mas’ud Al Anshari ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak jadi ikut melaksanakan shalat subuh karena lamanya shalat yang dilakukan oleh Fulan bersama kami.” Maka saya tidak pernah melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam marah melebihi kemarahannya pada saat itu ketika sedang memberikan nasihat. Beliau bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat lari orang lain, maka barangsiapa sholat bersama manusia (sebagai Imam), maka hendaknya ia meringankannya. Sebab di antara mereka ada orang yang telah tua, orang lemah, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. Ad Darimi, Bab. Perintahkan meringankan shalat bagi imam)Akan tetapi, bukanlah yang dimaksudkan meringkas shalat adalah membaca setiap rakaatnya dengan surat-surat pendek seperti Al-Ikhlash dan An-Nash atau semisalnya. Kita harus memahami maksud hadits di atas sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat syariat yang mulia ini. Jika penafsiran suatu hadits diserahkan kepada semua pihak, niscaya mereka akan berbeda penafsiran dan akan terus berselisih. Misalnya tentang penafsiran hadits ini, seorang penghafal Alquran akan mengatakan bahwa Surat Al-Anfal, Surat Yusuf, Surat Yunus, dan semisalnya adalah surat-surat yang pendek (karena dia telah menghafalnya di luar kepala), sementara orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran akan mengatakan bahwa surat Al-Ghosyiyah, Al-Alaq, Al-Balad, Adh-Dhuha, dan semisalnya adalah surat-surat yang panjang. Maka mustahil terjadi kesamaan persepsi dari setiap orang.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui siapakah seseorang yang shalatnya ringkas (pendek) ketika menjadi imam? Jawabnya tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sebuah hadits:
Dari Anas bin Malik berkata,
مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلَاةً وَلَا أَتَمَّ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ
“Aku tidak pernah shalat bersama seorang imam pun yang lebih pendek dan lebih sempurna shalatnya daripada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jika Baginda mendengar tangisan bayi, maka dia akan meringankan shalat kerana takut akan menimbulkan fitnah terhadap ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)Hadits ini menunjukkan bahwa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya memendekkan shalat ketika menjadi imam, tetapi juga menyempurnakannya. Inilah maksud hadits yang diinginkan, karena demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan sabdanya dengan praktik secara langsung yang dilihat oleh para sahabat setiap hari.
Dalam hal ini, para imam perlu menyadari bahwa shalat yang sempurna ialah shalat yang tidak memberatkan para jama’ah sehingga menarik hati para jemaah untuk terus memakmurkan rumah Allah dengan hati yang tenang, senang dan memudahkan.
‘Umar bin al-Khattab Radhiallahu Anhu juga turut mengingatkan imam agar tidak menimbulkan kemarahan para jamaah. Peringatan ‘Umar ini diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam al-Sha‘ab dengan isnad yang sahih.
لَا تُبَغِّضُوْا إِلَى اللَّهِ عِبَادَهُ يَكُونُ أَحَدُكُمْ إِمَامًا فَيُطَوِّلُ عَلَى الْقَوْمِ الصَّلَاة حَتَّى يُبَغِّضَ إِلَيْهِمْ مَا هُمْ فِيْهِ.
“Jangan kamu membuat seorang hamba itu marah terhadap Allah dengan sebab tindakan kamu memanjangkan bacaan ketika mengimamkan shalat.”Masalah memberat dan memanjangkan bacaan ini adalah berlainan situasinya jika shalat dilakukan sendirian. Shalat fardhu/shalat sunnah yang dilaksanakan seorang diri diharuskan untuk memanjang bacaan mengikut kemampuan individu tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas.
- See more at: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:j__tUN4sPMAJ:darussalam-online.com/perintah-meringankan-shalat-bagi-imam-dan-memperpanjang-rakaat-pertama/+&cd=2&hl=en&ct=clnk&client=firefox-b#sthash.PHBtp2L0.dpuf
Komentar
Posting Komentar