Pengertian Mubahalah dan Risikonya
Apa pengertian Mubahalah? Bagaimana hukumnya dalam Islam? Pernahkah Rasulullah Saw dan para sahabat melakukan Mubahalah?
Pengertian Mubahalah, Hukum, Syarat, dan Risikonya.
Menurut istilah, Mubahalah adalah dua pihak yang saling memohon dan berdoa kepada Allah SWT supaya Allah SWT melaknat dan membinasakan atau mengadzab pihak yang batil (salah) atau menyalahi pihak kebenaran.
Peristiwa mubahalah pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw terhadap pendeta Kristen dari Najran pada tahun ke-9 Hijriah, sebagaimana disebutkan dalam Qs. Ali Imron (3): 61.
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ [آل عمران/61]
"Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."
Mubahalah atau bersumpah untuk menujukkan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Mubahalah atau bersumpah untuk menujukkan siapa yang benar dan siapa yang salah.
HUKUM MUBAHALAH
Hukum mubahalah adalah mubah atau diperbolehkan, merujuk pada ayat QS Ali Imran:61.
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”
Menurut Ibn al-Qayyim dalam kitabnya Zaad al-Ma’ad, hukum mubahalah adalah sunah. Bila mendapati mereka yang ngeyel dan angkuh untuk mengakui kekuatan dalil-dalil yang telah disuguhkan, maka hendaknya mengajak mubahalah.
RISIKO MUBAHALAH
Menurut Ibn al-Qayyim dalam kitabnya Zaad al-Ma’ad, hukum mubahalah adalah sunah. Bila mendapati mereka yang ngeyel dan angkuh untuk mengakui kekuatan dalil-dalil yang telah disuguhkan, maka hendaknya mengajak mubahalah.
RISIKO MUBAHALAH
Risiko atau konsekuensi akibat mubahalah sangat besar, bahkan berujung kepada kematian. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengisahkan, menurut pengalaman di lapangan, pihak yang bermubahalah dan ternyata dialah yang salah, maka tak akan melewati masa hidupnya dari setahun, terhitung dari hari pelaksanaan mubahalah.
“Pengalaman itu pernah terjadi padaku, ketika itu seorang ateis fanatis bermubahalah denganku, selang dua bulan, ia meninggal” (Ibnu Hajar)
Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas RA menguatkan hal itu. Penentang dakwah Rasulullah SAW yang bermubahalah, begitu mereka pulang usai mengeluarkan pernyataan mubahalah, mereka kehilangan harta dan keluarga mereka.
Mubahalah juga terbukti ketika Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku nabi, berdebat dengan Syekh Tsanaullah al-Amrtasari. Keduanya saling bermubahalah. Atas seizin Allah SWT, Mirza Sang pendiri Ahmadiyah itu meninggal dunia setahun usai peristiwa mubahalah.
Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas RA menguatkan hal itu. Penentang dakwah Rasulullah SAW yang bermubahalah, begitu mereka pulang usai mengeluarkan pernyataan mubahalah, mereka kehilangan harta dan keluarga mereka.
Mubahalah juga terbukti ketika Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku nabi, berdebat dengan Syekh Tsanaullah al-Amrtasari. Keduanya saling bermubahalah. Atas seizin Allah SWT, Mirza Sang pendiri Ahmadiyah itu meninggal dunia setahun usai peristiwa mubahalah.
Rasulullah Saw bersabda:
، عن حذيفة قال: جاء العاقب والسيد، صاحبا نجران، إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم يريدان أن يلاعناه، قال: فقال أحدهما لصاحبه: لا تفعل، فوالله لئن كان نبيا فلاعننا لا نفلح نحن ولا عقبنا من بعدنا. قالا: إنا نعطيك ما سألتنا، وابعث معنا رجلا أمينا، ولا تبعث معنا إلا أمينا. فقال: (لأبعثن معكم رجلا أمينا حق أمين). فاستشرف له أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال: (قم يا أبا عبيدة بن الجراح). فلما قام، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (هذا أمين هذه الأمة).
Dari huzaifah dia berkata, “Aqib dan sayyid dari (nasara) Nnajran kepada Rasulullah saw untuk melaknat Rasulullah (melakukan mubahalah). Huzaifah berkata, salah seorang dari mereka berkata kepada sahabatnya, “Baiknya kamu jangan melakukan laknat Rasulullah. Demi Allah, jika ia benar sebagai utusan Allah, maka laknat kita tidak akan menguntungkan kita dan anak turun kita”. Mereka berdua lalu berkata (kepada huzaifah), “Kami akan memenuhi apa yang kalian minta kepada kami. Utuslah dua orang yang dapat dipercaya untuk datang kemari. Dua orang itu harus benar-benar dapat dipercaya”. Huzaifah berkata, “Kami akan mengutus orang yang dapat dipercaya untuk kalian”. Para sahabat Nabi menyaksikan peristiwa tersebut. Rasulullah saw bersabda, “Berdirilah wahai Abu Ubaidah bin Jarrah”. Setelah ia berdiri, Rasul bersabda, “Ia adalah orang yang paling di percaya dari umat ini” Setelah itu, mereka melakukan mubahalah
SYARAT MUBAHALAH
Dalam bermubahalah, para ulama memberikan syarat sebagai berikut:
- Ikhlas karena Allah.
- Tujuan mubahalah adalah untuk menegakkan yang hak dan meruntuhkan yang batil, bukan untuk mencari kemenangan dalam berdebat dan popularitas.
- Mubahalah dilakukan setelah dilakukan dialog terlebih dahulu. Dalam dialog tersebut, telah diberikan bukti nyata, namun lawan masih menentangnya. Di sini, boleh dilakukan mubahalah.
- Lawan sudah ketahuan dengan jelas kesalahannya, namun ia masih inkar dengan kebenaran dan menuruti hawa nafsu.
- Mubahalah harus terkait dengan perkara yang sangat penting dalam urusan agama, seperti ketika lawan meragukan keberadaan Tuhan, inkar dengan Nabi Muhammad, inkar dengan hari kiamat dan lain sebagainya.
- Diyakini bahwa mubahalah akan membawa maslahat bagi umat Islam secara umum, bukan justru menambah masalah.
- Tidak diperkenankan melakukan mubahalah pada perkara furuiyyah (cabang) atau perkara ijtihadiyah.
Demikian Pengertian Mubahalah dan Risikonya. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*
Sumber: Swaramuslim/Republika /Merdeka/Merdeka
Sumber: Swaramuslim/Republika /Merdeka/Merdeka
Komentar
Posting Komentar