Hukum Nikah Siri dalam Islam

Pengertian, Syarat, Rukun, dan Hukum Nikah Siri dalam Islam.

Hukum Nikah Siri dalam Islam
Nikah Siri adalah nikah secara diam-diam atau dirahasiakan.

Kata Siri berasal dari bahasa Arab, Sirr, yang artinya rahasia atau diam-diam.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia,  nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan Agama (KUA. Menurut agama Islam sudah sah.

Masyarakat memahami Nikah Siri sebagai sebuah pernikahan yang tidak dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) alias "nikah di bawah tangan".

Keberadaan nikah siri dikatakan sah secara agama, tapi tidak sah menurut hukum positif (hukum negara).

Ada juga pemahaman, nikah siri adalah nikah tanpa wali pihak istri. Jika nikah siri tanpa wali begini, maka hukumnya tidak sah baik secara agama maupun secara hukum negara.

“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” (HR. Khomsah).

“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil (tidak sah); pernikahannya batil; pernikahannya batil”. (HR Khomsah).

Rukun Nikah: Syarat Sah

Jika nikah tanpa dicatat negara (KUA) alias diam-diam, namun ada wali sah, menurut syariat Islam itu sah selama memenuhi Rukun Nikah:
  1. Ada Wali, 
  2. Dua orang saksi, 
  3. Ijab qabul. 
Dari tiga rukun nikah di atas, yang sering jadi masalah adalah soal WALI. Menurut Islam, nikah tanpa wali adalah batal. 

"Barangsiapa diantara perempuan yang nikah dengan tidak seizin walinya, nikahnya itu batal.” (HR Aisyah RA)

Yang berhak  menjadi wali nikah adalah sebagai berikut:
1. Ayah/Bapak.
2. Kakek, yang dimaksud adalah ayahnya bapak, ke atas.
3. Saudara kandung laki-laki seayah seibu
4. Saudara kandung laki-laki seayah
5. Anak dari saudara kandung laki-laki (keponakan) seayah seibu
6. Anak dari saudara kandung laki-laki seayah
7. Paman dari jalur ayah dan ibu
8. Paman dari jalur ayah
9. Anaknya paman (sepupu) dari jalur ayah dan ibu
10. Anaknya paman dari jalur ayah
11. Pewaris-pewaris ashobah
12. Hakim

السُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

"Sultan (hakim) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali" (Sunan Abu Dawud, no.2083, Sunan At-Turmudzi, no.1102, Sunan Ibnu Majah, no.1879 dan Shohih Ibnu Hibban, no.4074).


Urutan di atas didasarkan pada kedekatan hubungan seseorang dengan ayah wanita yang dinikahkan. Mana yang paling dekat hubungannya dengan ayah, maka dialah yang didahulukan.

Disunahkan Walimah/Resepsi untuk Publikasi
 
Risalah Islam mengajarkan, pernikahan harus diumumkan dan sebagai “alat bukti” (bayyinah) sudah sah sebagai pasangan suami-istri sekaligus menghindari fitnah.

Rasulullah Saw mengajarkan umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan Walimatul ‘Ursy. “Adakan walimah walaupun dengan seekor kambing”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim).

Nikah Siri banyak risikonya, seperti dalam kasus sengketa pernikahan, hak waris, dan sebagainya yang diurus oleh pengadilan agama –karena tidak ada “alat bukti” buku nikah.

Jika ada buku nikah, padahal nikah tidak di KAU, maka dipastikan buku nikahnya palsu dan ini sebuah kebohongan/penipuan yang hukumnya berdosa.

Fatwa MUI tentang Nikah Siri

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi mengatakan, MUI tidak menganjurkan nikah secara diam-diam (siri) karena pernikahan jenis itu tidak memiliki landasan hukum atau pengakuan negara sehingga rentan terjadi sengketa tidak berkesudahan.

Meskipun nikah siri sah secara agama, kata dia, tapi pernikahan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan tidak adanya kekuatan hukum, maka baik istri maupun anak berpotensi menderita kerugian akibat pernikahan tersebut.

Dia mengatakan perkawinan seperti itu seringkali menimbulkan dampak negatif terhadap istri dan anak yang dilahirkannya, terkait dengan hak-hak mereka seperti nafkah ataupun hak kewarisannya.

Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut, kata dia, seringkali menimbulkan sengketa. Sebab tuntutan akan sulit dipenuhi karena tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah.

Untuk menghindari kemudaratan, ulama sepakat bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi yang berwenang.

Menurut dia, pernikahan di bawah tangan atau nikah siri hukumnya sah kalau telah terpenuhi syarat dan rukun nikah. Rukun pernikahan dalam Islam antara lain ada pengantin laki-laki, pengantin perempuan, wali, dua orang saksi laki-laki, mahar serta ijab dan kabul.

Akan tetapi, lanjut dia, pernikahan tersebut bisa menjadi haram jika menimbulkan mudarat atau dampak negatif.

MUI juga telah mengeluarkan fatwa terkait pernikahan tersebut sesuai hasil keputusan Ijtima Ulama se-Indonesia ke-2 di Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur tahun 2006.

Dia mengatakan MUI berpandangan tujuan pernikahan itu sangat luhur dan mulia untuk mengangkat harkat dan martabat manusia yang tidak sekedar memenuhi kebutuhan nafsu dasariah manusia saja yaitu hanya pemenuhan kebutuhan seks semata.

"Pernikahan merupakan institusi yang sakral yang harus dijaga dan dipelihara. Tidak boleh direndahkan dan dijadikan sebagai komoditas perdagangan semata. Jika hal tersebut terjadi maka sama halnya merendahkan nilai-nilai kemanusiaan," katanya dikutip Antara.

MUI juga pernah mengeluarkan fatwa khusus soal Nikah Siri Online tahun 2005. Menurut fatwa MUI, praktik nikah siri online tidak dibenarkan dalam ajaran Islam dan masuk dalam kategori haram.

Keharamanya disebabkan tidak ada rangkaian upacara sakral seperti yang diajarkan dalam Islam. Nikah sirinya saja melanggar Undang-Undang, karena bisa dilaporkan ke KUHP, walaupun itu dianggap sah.  

Nah, jelas 'kan, bagaimana pengertian nikah siri dan hukum nikah sirri dalam Islam. Sah jika memenuhi syarat dan rukun nikah, namun berisiko banget karena tidak diakui oleh hukum negara. Artinya, nikah siri itu berisiko alias lebih banyak madhoratnya! Wallahu a’lam bish-shawab. (www.risalahislam.com).*

Sumber: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Fatwa MUI, Bulughul Maram, Fiqh Sunnah, dll.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan - Trilogi Risalah Islam

Pengertian Mubahalah dan Risikonya

2932. NAJISKAH MUNTAHAN BAYI ?