Pengertian Rasulullah sebagai Teladan Uswatun Hasanah - Tafsir QS Al-Ahzab:21

Rasulullah sebagai Teladan Uswatun Hasanah
Pengertian Rasulullah sebagai Teladan yang Baik (Uswatun Hasanah). Tafsir QS Al-Ahzab:21

AYAT Al-Quran yang menegaskan keteladanan Rasulullah Saw, QS Al-Ahzab:21, dipastikan banyak disampaikan oleh para penceramah, khususnya pada bulan Rabiul Awal (Mulud) yang kita kenal sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw (Maulid Nabi Saw).

Semoga, para ustadz tidak lupa mengulas atau menunjukkan teladan Rasulullah Saw sesuai dengan ayat Al-Quran, selain mengupas kemuliaaan budi pekerti (akhlak) Rasulullah dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, bermasyarakat, bernegara, dan dalam membela Islam.

Rasulullah Muhammad Saw adalah suri teladan yang baik (uswatun hasnah) bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah SWT dan kedatangan Hari Kiamat serta banyak berdzikir.

Rasulullah Uswah Hasanah

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab:21).

Sayangnya, para penceramah umumnya hanya membacakan ayatnya, terjemahannya, dan menyampaikan bahwa Rasulullah Saw adalah "uswah hasanah", teladan yang baik. Jarang yang membahas ayat ini secara lebih jelas maksud dan asbabun nuzul-nya. Karena itu, mari kita simak paparan sejumlah mufasir tentang QS. Al-Ahzab:21 ini.

Ayat ini turun semasa Perang Ahzab atau Perang Khandaq. Perang Ahzab (غزوةالاحزاب) atau Perang Khandaq (غزوةالخندق), menurut buku-buku sejarah Islam, terjadi bulan Syawal tahun 5 Hijrah/627 Masihi.

Dinamakan Perang Ahzab karena dalam perang ini kaum musyrik/kafir bersekutu (ahzab) dengan kaum Yahudi untuk menyerang kaum Muslimin di Madinah.

Rasulullah sebagai Teladan: Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini adalah dasar yang paling utama dalam perintah meneladani Rasulullah Saw, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keadaannya. Oleh karena itu, Allah Ta'ala menyuruh manusia untuk meneladani Rasulallah Saw dalam hal kesabaran, keteguhan, ribath (terikat dengan tugas, komitmen), dan kesungguh-sungguhannya.

Ayat ini turun semasa Perang Ahzab ketika ada anggota pasukan Islam yang yang takut, goncang, dan hilang keberaniannya pada perang Ahzab. Allah menyuruh orang demikian meneladani Nabi Saw dalam kesabaran dan keteguhan membela agama Allah.

Untuk itu, Allah Ta’ala berfirman kepada orang-orang yang tergoncang jiwanya, gelisah, gusar dan bimbang dalam perkara mereka pada hari Ahzaab, laqad kaana lakum fii rasuulillaaHi uswatun hasanatun (“Sesungguhnya telah ada pada [diri] Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.”) yaitu, mengapa kalian tidak mencontoh dan mensuritauladani sifat-sifatnya? Untuk itu Allah berfirman: liman kaana yarjullaaHa wal yaumal aakhira wa dzakarallaaHa katsiiraa (“[yaitu] bagi orang-orang yang mengharap [rahmat] Allah dan [kedatangan] hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”)

Intinya, umat Islam harus meneladani Rasul termasuk dalam keadaan takut atau menghadapi ujian. Ayat di atas terkait dengan QS. Al-Baqarah:214. Ibnu ‘Abbas berkata: “Yang dimaksud adalah firman Allah dalam Surah al-Baqarah:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (al-Baqarah: 214). Yaitu, inilah apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya berupa ujian dan cobaan yang membawa pertolongan yang amat dekat.”

Rasulullah sebagai Teladan:Tafsir Jalalain

Pada ayat ini Allah SWT memperingatkan orang-orang munafik. bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi Saw. Rasulullah Saw adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada segala ketentuan-ketentuan Allah dan beliaupun mempunyai akhlak yang mulia.

Jika mereka bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikuti Nabi. Tetapi perbuatan dan tingkah laku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridaan Allah dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.

Rasulullah sebagai Teladan: Tafsir Al-Azhar (HAMKA)

Dalam Perang Ahzab (Khandaq), kondisinya mencekam. Banyak kaum muslim yang merasa gentar karena besarnya kekuatan musuh.

Ummu Salmah (moga-moga ridha Allah terhadapnya), isteri Rasulullah saw. yang telah banyak pengalamannya sebagai isteri dari Rasulullah saw., yang turut menyaksikan beberapa peperangan yang dihadapi Rasulullah pernah mengatakan tentang hebatnya keadaan Kaum Muslimin ketika peperangan Khandaq itu.

Beliau berkata: "Aku telah menyaksikan di samping Rasulullah saw. beberapa pepe­rangan yang hebat dan ngeri, peperangan di Almuraisiya', Khaibar dan kami pun telah menyaksikan pertemuan dengan musuh di Hudaibiyah, dan saya pun turut ketika menaklukkan Mekkah dan peperangan di Hunain. Tidak ada pada semua peperangan yang saya turut menyaksikan itu yang lebih membuat lelah Rasulullah dan lebih membuat kami-kami jadi takut, melebihi peperangan Khandaq.

Karena kaum Muslimin benar-benar terdesak dan terkepung pada waktu itu, sedang Bani Quraizhah (Yahudi) tidak lagi dipercaya karena sudah belot, sampai Madinah dikawal sejak siang sampai waktu Subuh, sampai kami dengar takbir kaum Muslimin untuk melawan rasa takut mereka. Yang melepaskan kami dari bahaya ialah karena musuh-musuh itu telah diusir sendiri oleh Allah dari tempatnya mengepung itu dengan rasa sangat kesal dan sakit hati, karena maksud mereka tidak tercapai". Demikian riwayat Ummu Salmah.

Namun, di dalam saat-saat yang sangat mendebarkan hati itu, contoh teladan yang patut ditiru, tidak ada lain, melainkan Rasulullah Saw sendiri: "Sesungguhnya adalah bagi kamu pada Rasulullah itu teladan yang baik".

Memang ada orang yang bergoncang fikirannya, berpenyakit jiwanya, pengecut, munafiq, tidak berani bertanggung jawab, berse­dia-sedia hendak lari jadi Badwi kembali ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan melihat dari jauh betapa besar jumlah musuh yang akan menyerbu.

Tetapi masih ada lagi orang-orang yang mempunyai pendirian tetap, yang tidak putus harapan, tidak kehilangan akal. Sebab mereka melihat sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri, Rasulullah Saw.

Mulai saja beliau menerima berita tentang maksud musuh yang besar bilangannya itu, beliau terus bersiap mencari akal buat bertahan mati-matian, jangan sampai musuh sebanyak itu menyerbu ke dalam kota. Karena jika maksud mereka menyerbu Madinah berhasil , hancurlah Islam dalam kandangnya sendiri.

Dia dengar nasehat dari Salman Al-Farisiy agar di tempat yang musuh bisa menerobos di dalam khandaq, atau parit pertahanan. Nasehat Salman itu segera beliau laksanakan. Beliau sendiri yang memimpin menggali parit bersama ­sama dengan shahabat-shahabat yang banyak itu.

Untuk menimbulkan kegembiraan bekerja siang dan malam menggali tanah, menghancurkan batu-batu yang membelintang, beliau turut memikul tanah galian dengan bahunya yang semampai.

Ketika tiba giliran perlu memikul, beliau pun turut memikul, sehingga tanah ­tanah dan pasir telah mengalir bersama keringat beliau di atas rambut beliau yang tebal. Semuanya itu dikerjakan oleh shahabat-shahabatnya dengan gembira dan bersemangat, sebab beliau sendiri kelihatan gembira dan bersemangat.

Sehingga bekerja, bergotong-royong, menggali tanah, menyekap pasir, memukul batu sambil beryanyi gembira, dengan syair-syair gembira gubahan 'Abdullah bin Ruwahah, dengan bahar rajaz yang mudah dinyanyikan.

"Demi Allah, kalau bukan kehendak Allah, tidaklah kami dapat petunjuk;
Tidaklah kami berzakat, tidaklah kami sembahyang."
"Maka turunkanlah ketenteraman hati kepada kami,
Dan teguhkanlah kaki kami jika kami bertemu musuh. "
"Sesungguhnya mereka itu telah kejam kepada kami,
Kalau mereka mau berbuat ribut, kami tak mau. "

Syair-syair dalam timbangan bahar rajaz ini mudah dilagukan bersama-sama dengan gembira. Maka sambil mengangkat tanah, memikul batu, memecah batu besar dengan linggis, mereka nyanyikan bahar Rajaz gubahan 'Abdullah bin Ruwahah itu bersamar sama.

Rasulullah Saw pun turut mengangkat suara beliau dengan gembira , sehingga semua pun senang , lupa bagaimana beratnya pekerjaan dan bagaimana besarnya musuh yang dihadapi.

Maka janganlah kita samakan Rasulullah saw. yang memimpin penggalian parit khandaq itu dengan beliau-beliau orang-orang besar di zaman kini ketika meletakkan batu pertama hendak mendirikan gedung baru, atau menggunting pita ketika sebuah kantor akan dibuka, atau sembahyang ke masjid dengan upacara.

Beliau Rasulullah Saw betul-betul memimpin. Al-Barra' bin Al-'Azib berkata: "Tanah yang beliau angkat pun jatuh ke atas perut beliau dan lekat pada bulu dada dan perut. Karena bulu dada beliau tebal".

Setelah dikaji peperangan Khandaq ini secara ilmiyah, sebagai yang dilakukan oteh Jenderal Pensiun 'Abdullah Syist Khaththaab di Iraq, memang amat besar bahaya yang mengancam dalam Perang Khandaq itu.

Hari di musim dingin, persediaan makanan di Madinah berkurang-kurang. Kalau terbayang saja agak sedikit rasa kecemasan di wajah beliau, pastilah semangat para pejuang akan meluntur. Namun beliau bersikap seakan-akan bahaya itu kecil saja dan dapat diatasi dengan kegembiraan dan kesungguhan bekerja.

Disiplin keras tetapi penuh kasih sayang, meneladan shifat Allah 'Aziz yang disertai Hakiim. Perkasa disertai Bijaksana.

Dalam peperangan Khandaq itu semua bekerja keras siang malam. Mulanya bekerja menggali parit, sesudah itu berjaga siang dan malam. Besar dan kecil, tua dan muda. Kanak-kanak dan perempuan perempuan dipelihara dalam benteng (Athaam) dan dikawal.

Zaid bin Tsabit, yang kemudian terkenal sebagai salah seorang yang dititahkan oleh Khalifah Rasulillah Abubakar Shiddiq mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mush-haf dan masih sangat muda, turut pula bekerja keras, menggali tanah, memikul pasir, dan memecahkan batu. Rasulullah pernah mengatakan: "Adapun dia itu sesungguhnya adalah anak baik!"

Rupanya oleh karena sangat lelah bekerja dan berjaga, dan hari sangat dingin, dia masuk ke dalam parit itu sampai di sana dia tertidur dan senjatanya terlepas dari tangannya.

Datang seorang pemuda lain bernama 'Ammarah bin Hazem, diambilnya senjata yang telah terjatuh itu dan disimpannya. Setelah dia terbangun dari tidurnya dilihatnya senjatanya tak ada lagi. Dia pucat terkejut dan cemas.

Maka tibalah Rasulullah di tempat itu. Setelah beliau lihat Zaid baru terbangun dari tidurnya, berkatalah beliau: "Hai Abaa Ruqaad! (Hai Pak Penidur), engkau tertidur dan senjatamu terbang!"

Tetapi wajah beliau tidak membayangkan marah sedikit juga, sehingga Zaid bertambah takut disertai malu.
Lalu beliau melihat keliling dan berkata pula: "Siapa yang menolong menyimpan senjatanya?"
'Ammarah menjawab: "Saya yang menyimpannya, ya Rasul Allah!"

Lalu beliau suruh segera kembalikan senjata Zaid dan beliau bernase­hat pula kepada 'Ammarah didengar oleh yang lain: "Saya dibuat seorang Muslim jadi cemas dengan menyembunyikan senjatanya sebagai senda gurau".

Suasana memimpin yang seperti itu adalah teladan yang baik kepada Panglima Perang yang menyerahkan tentaranya ke medan pertempuran. Beliau tahu benar bahwa Zaid itu anak baik. Tertidur karena sudah sangat lelah, bukanlah hal yang dapat dilawannya. Sambil bergurau saja beliau menegur, namun kesannya kepada Zaid besar sekali .

Kelihatan lagi sikap beliau yang patut dicontoh. Yaitu seketika Huzaifah telah selesai dari tugas berat dalam malam kelam picik dan sangat dingin diperintah menyelidiki keadaan musuh, sampai Huzaifah telah dekat kepada Abu Sufyan sendiri, sebagai yang telah diterangkan terlebih dahulu.

Huzaifah pulang dari tugas berat itu dalam keadaan malam sangat dingin dan angin sangat keras. Huzaifah menceriterakan bahwa seketika Huzaifah datang didapatinya beliau saw. tengah sembahyang.
Untuk menangkis dingin yang sangat itu, Rasulullah sembahyang berselimut dengan selimut tebal salah seorang isteri beliau.

Huzaifah datang beliau tahu. Tetapi oleh karena sembahyang beliau masih panjang dan belum selesai, ditariknya Huzaifah ke dekatnya, lalu dise­limutkannya kepada Huzaifah ujung selimut yang beliau pakai sembahyang itu, sehingga Huzaifah terpelihara dari pukulan angin dan dingin.

Sembahyang beliau teruskan, dan di belakang beliau, Huzaifah mengekor menutupi dan memanaskan badannya dengan ujung selimut yang dipakai Nabi sedang sembahyang itu. Setelah selesai barulah dia menoleh kepada Huzaifah meminta berita. Setelah mendengar berita Huzaifah, maka disampaikannyalah khabar gembira kepada Huzaifah bahwa tentara yang menyerbu itu dengan persekutuannya akan gagal.

Dan besoknya setelah matahari naik, mereka melihat ke sebelah timur, jelaslah bahwa tentara besar itu telah pergi dan yang tinggal hanya bekas-bekas dari tentara yang gagal

Maka bersyukurlah Rasulullah saw. kepada Tuhan lalu membaca:
"Tidak ada tuhan, melainkan Allah, yang berdiri sendiri-Nya. Benar janji-Nya, Dia tolong hamba-Nya, Dia muliakan tentara­Nya, dan Dia kalahkan sekutu-sekutu dengan sendiri-Nya. Make tidaklah ada sesuatu jua sesudah-Nya. "

Keteguhan sikap RasuIuIIah saw. itu pun adalah salah satu sebab yang utama maka kemenangan bisa dicapai.

Lanjutan ayat ialah: "Bagi barang siapa yang mengharapkan Allah dan hari Kemudian".

Yaitu sesudah di pangkaI ayat dikatakan bahwa pada diri Rasulullah itu sendiri ada hal yang akan dapat dijadikan contoh teladan bagi kamu. Yaitu bagi kamu yang beriman. Semata ­mata menyebut iman saja tidaklah cukup.

Iman mesti disertai pengharapan, yaitu bahwa inti dari iman itu sendiri. Inti Iman ialah harapan. Harapan akan Ridha Allah dan harapan akan kebahagiaan di hari akhirat.

Kalau tidak ingat akan yang dua itu, atau kalau hidup tidak mempunyai harapan, Iman tidak ada artinya. Maka untuk mernelihara Iman dan Harapan hendaklah banyak mengingat Allah. Sebab itu maka di ujung ayat dikatakan: "Dan yang banyak ingat kepada Allah".

Ini diperingatkan di akhir ayat. Sebab barang yang mudah mengatakan mengikut teladan Rasul dan barang yang mudah mengata­kan beriman. Tetapi adalah meminta latihan bathin yang dalam sekali untuk dapat menjalankannya.

Seumpama orang yang mengambil alasan menuruti Sunnah Rasul yang membolehkan orang beristeri lebih dari satu sampai berempat, tetapi jarang orang yang mengikuti ujung ayat, yaitu meneladan Rasul di dalam berlaku adil kepada isteri­ isteri. Atau umumnya orang yang mengakui ummat Muhammad tetapi tidak mau mengerjakan peraturan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.

Maka bertambah besar harapan kita kepada Tuhan dan keyakinan kita akan Hari Kemudian dan bertambah banyak kita mengingat dan menyebut Allah bertambah ringanlah bagi kita meneladan Rasul Saw.

Demikian makna atau pengertian Rasulullah sebagai Teladan (Uswatun Hasanah) menurut para mufassir. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com, dari berbagai sumber).*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan - Trilogi Risalah Islam

Pengertian Mubahalah dan Risikonya

2932. NAJISKAH MUNTAHAN BAYI ?