Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2009

DEMOKRASI TOLOL VERSI SARIDIN

Saridin bukan tidak sadar dan bukan tanpa perhitungan kenapa dia memilih nyantri ke pondoknya Sunan Kudus. Saridin itu tipe seorang murid yang cerdas dan mengerti apa yang dilakukannya. Harap dimengerti murid itu bukan padanan kata dari siswa atau student, sebagaimana manusia zaman modern memaknainya secara tolol. Memang manusia dalam kebudayaan dan peradaban modern kerjanya selalu melawak. Mereka lucu, dan bahkan sangat lucu karena mereka sendiri tidak sadar bahwa mereka lucu. Coba lihat saja. Di dunia modern ada yang namanya universitas . Wah gagahnya bukan main lembaga pendidikan tertinggi ini. Penuh gengsi dan keangkuhan. Kalau sudah lulus darinya, orang di sebut "sarjana" Padahal sesungguhnya Saridin membuktikan sendiri bahwa para pelaku lembaga pendidikan dunia modern ini ndagel atawa melawak. Mereka pura-pura bikin universitas adalah manusia universal . Padahal nanti para sarjana keluaran universitas itu kualitas dan cakrawala pandangnya tak lebih dari manusia fakultif

Tarekat Terjun Bebas dan Jamu Air Gamping

Waktu yang diminta oleh Saridin untuk mempersiapkan diri telah dipenuhi. Dan kini ia harus membuktikan diri. Semua santri, tentu saja juga Sunan Kudus, berkumpul di halaman masjid. Dalam hati para santri sebenarnya Saridin setengah diremehkan. Tapi setengah yang lain memendam kekhawatiran dan rasa penasaran jangan-jangan Saridin ternyata memang hebat. Sebenarnya soalnya di sekitar suara, kefasihan dan kemampuan berlagu. Kaum santri berlomba-lomba melaksankan anjuran Allah Zayyinul Qur’ana bi ashwatikum---hiasilah quran dengan suaramu. Membaca syahadat pun mestiseindah mungkin. Di pesantren Sunan Kudus hal ini termasuk diprioritaskan. Soalnya, ini manusia Jawa Tengah : lidah mereka Jawa medhok dan susah di bongkar. Kalau orang Jawa timur lebih luwes. Terutama orang Madura atau Bugis, kalau menyesuaikan diri dengan Qur’an, lidah mereka lincah banget. Lha, siapa tahu Saridin ini malah melagukan syahadat dengan laras slendro atau pelog jawa. Tapi semuanya kemudian ternyata berlangsung di l

Sinar Pragmatis dan Laser ngeh

Saya sangat serius bahwa saya berani bertaruh soal yang akan saya sebutkan berikut ini. Tapi untuk bertaruh, kita mesti minta izin dulu kepada yang berwenang, sebab bertaruh itu termasuk perjudian, dan caranya hanya satu: yang berwenang harus mengizinkan dulu. Saya berani bertaruh bahwa humor orisinal dari kehidupan kongkrit sehari-hari adalah bahasa atau ungkapan budaya yang paling canggih dalam menggambarkan inti realitas zaman. Kalau tulisan atau buku-buku ilmiah, harus berputar-putar dulu kalau hendak membawa kita ke realitas. Musti melalui jalan metodologi dan terminologi yang ruwet, yang hanya bisa dijangkau oleh hanya sebagaian orang yang punya biaya untuk bersekolah. Tidak sedikit jumlah ilmuwan atau akademisi yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menjelaskan sesuatu. Hasilnya adalah: yang mendengarkan semakin tidak paham, sementara si ilmuwan sendiri mendadak menjumpai dirinya setelah berdiri jauh dari tempat kebenaran dan kenyataan yang coba ia terangkan. Kalau kesenia

Allah Kita Engkau-kan

Di dalam kehidupan sehari-hari di muka bumi, Allah kita akui adaNya, namun belum tentu kita posisikan sebagai Pihak Pertama dalam konsentrasi dan kesadaran hidup kita. Allah belum kita jadikan Pembimbing Utama hidup kita. Allah belum kita jadikan Panglima Agung yang setiap instruksiNya kita patuhi dan setiap laranganNya kita jauhi. Allah masih belum kita letakkan di tempat utama dalam urusan-urusan kita, firman atau ayat-ayatNya belum kita jadikan wacana utama dalam menjalani kehidupan. Mungkin karena kita masih belum bisa berpikir rasional, atau mungkin kita belum memperoleh informasi yang cukup untuk membawa kita kepada betapa pentingnya Ia, atau justru karena kita sudah merasa pandai dengan kesarjanaan kehidupan kita. Pada umumnya Allah masih kita letakkan sebagai Pihak Ketiga yang kita sebut 'Dia' dan sesekali saja kita sebut, utamanya ketika sedang susah dan kepepet oleh suatu masalah. Jangankan lagi untuk mencapai kesadaran ke-Isa-an di mana pada konsentrasi batiniah terd

Akan Sembuhkah Luka Bangsa Ini ?

Bisakah luka yang teramat dalam ini akan sembuh? Mungkinkah kekecewaan, bahkan keputusaan yang mengiris-iris hati berpuluh-puluh juta saudara-saudara kita akan pada suatu hari kikis? Kapankah kita akan bisa merangkak naik ke bumi, dari jurang yang sedemikian curam dan dalam? Benar tahukah kita apa yang sesungguhnya kita alami? Sungguh pahamkah kita apa yang sesungguhnya kita sedang kerjakan? Mengertikah kita ke cakrawala mana sebenarnya kaki kita sedang melangkah? (Emha Ainun Nadjib/Seri PadangBulan (216)/1999/PadhangmBulanNetDok)

Sistem Nilai Apakah yang Kita Pilih

Benarkah yang salah selalu adalah ia dan mereka? Sementara yang benar pasti kita dan saya? Benarkah yang harus direformasi selalu adalah yang di situ dan di sana, dan bukan yang di dalam diri kita sendiri? Mungkinkah reformasi eksternal dikerjakan tanpa berakar pada reformasi internal? Apakah sesungguhnya yang sedang berlangsung di dalam syaraf-syaraf hati kita serta sel-sel otak kita? Sistem nilai apakah yang sesungguhnya kita pilih untuk mengerjakan gegap gempita yang kita sebut reformasi ini? Demokrasi, sosialisme, Jawaisme, Islam, Protestanisme, Yahudisme, serabutanisme, kebencian, dendam, atau apa? (Emha Ainun Nadjib/Seri PadangBulan (217)/1999/PadhangmBulanNetDok)

Pilihan Sistem Nilai Reformasi

Selicin apapun jalan reformasi ini, engkau harus jalani.... Selicin apapun pohon pohon tinggi reformasi ini sang Bocah Angon harus memanjatnya. Harus dipanjat sampai selamat memperoleh buahnya, bukan ditebang, dirobohkan dan diperebutkan. Air saripati blimbing lima gigir itu diperlukan oleh bangsa ini untuk mencuci pakaian nasionalnya. Konsep lima itulah sistem nilai yang menjadi wacana utama gerakan reformasi, kalau kita ingin menata semuanya ke arah yang jelas, kalau kita mau memahami segala tumpukan masalah ini dalam komprehensi konteks-konteks: kemanusiaan, kebudayaan, politik, rohani, hukum, ekonomi, sampai apapun. Bukankah reformasi selama ini kita selenggarakan sekedar dengan acuan nafsu reformasi' itu sendiri, tanpa bimbingan ilmu atau spiritualitas dan profesionalitas rasional apapun? (Emha Ainun Nadjib/Seri PadangBulan (218)/1999/PadhangmBulanNetDok)

Ilmu Orang Tua : Memilih Yang Sejati dan Abadi

Ilmu orang tua adalah pengetahuan akal dan kesadaran batin bahwa ia akan mati, dan itu bisa berlaku tidak 30 tahun yang akan datang, melainkan bisa juga besok pagi-pagi menjelang seseorang masuk kantor. Orang tua yang berpikir efisien tidak menghabiskan tenaga dan waktunya untuk kesementaran, melainkan untuk keabadian. Tidak menumpahkan profesionalisme untuk menggapai sesuatu yang toh tidak akan menyertainya selama-lamanya. Ilmu orang tua adalah kesanggupan memilih satu dua yang abadi di antara seribu dua ribu yang temporer. Memilih satu dua yang sejati di tengah seribu dua ribu hal-hal, barang-barang, pekerjaan-pekerjaan, target-target yang palsu. Manusia yang paling profesional adalah yang memiliki akar pengetahuan dan daya terapan untuk bersegera menggunakan ilmu orang tua tanpa menunggu usianya menjadi tua. Manusia yang paling cerdas dan peka adalah yang mengerti bahwa segala sesuatu dalam kehidupannya harus diperbaiki sekarang juga, tidak besok atau lusa, karena bisa keburu mati.

Menyongsong Kematian Dengan Hati Tenang

Sakaratul maut itu sedemikian dahsyatnya, sampai Rasulullah Saw menyebutnya sebagai kiamat kecil. Peristiwa sakaratul maut yang dialami manusia secara individual itu digambarkan secara dramatis oleh Nabi Saw dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Dailami, "Sesungguhnya seorang hamba akan mengalami derita pedihnya kematian. Di kala itu masing-masing ruas badannya saling mengucapkan selamat berpisah dengan ucapan 'alaikas-salam', kita akan berpisah sampai datangnya hari kiamat". Dalam beberapa hadits digambarkan bahwa saat seseorang menghadapi sakaratul maut, kepadanya diberitahukan apakah Allah swt. meridhainya atau mengazabnya dan diperlihatkan pula tempat kembalinya, yaitu sorga atau neraka. Maka orang beriman yang memenuhi hidupnya dengan kebaikan, akan menghadapi kematian dengan ketenangan dan hatinya ridha serta mengingat Allah Swt. Sebaliknya, orang yang memenuhi hidupnya dengan keburukan, akan menghadapi kematian dengan kegelisahan yang memuncak, sampai l

Ber-husnul khatimah Sekarang Juga Karena Tak Ada Jaminan Ketika Maut

Akan tetapi tidak jarang terjadi orang yang pada mulanya ingat kepada Allah Swt tiba-tiba menjadi lupa kepada-Nya karena dahsyat dan pedihnya sakaratul maut. Oleh karena itu Rasulullah Saw sendiri pun ketika ajalnya telah dekat memohon kepada Allah agar dimudahkan dalam menghadapi sakaratul maut, "Allahumma hawwin 'alaina fi sakarat al-maut". Dan kepada ummatnya, beliau mengajarkan sebuah doa "Allahumma inna nas-aluka salamatan fid-din, wa 'afiatan fil-jasad, wa ziyadatan fil-ilmi, wa barakatan fir-rizqi, wa taubatan qablal maut, wa rahmatan 'indal maut, wa maghfiratan ba'dal maut, hawwin 'alaina fi sakaratil-maut, wan-najata minan-nar, wal'afwa 'indal hisab". Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa apabila seseorang di akhir hayatnya mengingat Allah, itulah husnul khatimah. Sebaliknya yang melupakan Allah, itulah su'ul khatimah. Oleh karena itu Rasulullah menyuruh menalqin (mengajari) orang yang mendekati ajal dengan kalimat la i

Apa Besok Pagi Kita Belum Mati ?

Secara harfiah, husnul khatimah berarti akhir atau kesudahan yang baik. Dalam istilah agama Islam berarti akhir hayat (kehidupan) yang baik. Kebalikannya adalah su'ul khatimah, artinya akhir hayat yang buruk. Akhir kehidupan yang dialami oleh manusia itu sering disebut sakaratul maut. Apakah kita akan mati? Apakah kita akan segera sampai ke garis sakaratul maut ? Lebih rasional kalau pertanyaannya kita balik: apakah kita akan tidak mati? Siapakah yang bisa memastikan bahwa nanti sore atau besok pagi, atau bahkan lima menit yang akan datang, ia pasti akan masih hidup? Puncak ilmu orang hidup adalah mengenai maut. Yang paling masuk akal bagi segala perjalanan ilmu manusia adalah kesadaran bahwa sewaktu-waktu akan mati. Pengetahuan yang paling substansial dan primer adalah bahwa sekarang juga setiap manusia harus siap untuk berakhir hidupnya. Bahwa jisim (badan) manusia tidak hidup abadi. Seorang pengusaha bisa menuliskan rancangan-rancangan bisnisnya pada skala jangka pendek, jangka

HALAL SATU SAMA LAIN

Kalau aku pernah menyakiti hatimu dan belum meminta maaf kepadamu sehingga engkaupun belum memaafkanku Kalau aku pernah mencuri hak-mu dan diam-diam masih kugenggam di tanganku karena engkau tidak menyadari hakmu itu Kalau aku pernah memakan nasi rangsummu dan menjadi darah dagingku sehingga aku berhutang perpanjangan nyawa darimu Kalau aku pernah menindasmu sehingga sejarahmu terjegal dan aku berpura-pura melupakan hal itu dalam sujud-sujud sembahyangku Kalau aku pernah mengurungmu di dalam penjara untuk sesuatu yang engkau tak bersalah sehingga engkau kehilangan sekian ribu matahari Kalau aku pernah menghirup udara yang merupakan jatah Allah bagi eksistenmu dan kubangun kemegahan hidupku dengan landasan deritamu Maka hidupku belum halal bagimu Maka perolehan hidupku adalah kehinaan diri, yang haram disentuh oleh kasih sayang Allah Yang maha Suci Emha Ainun Nadjib 12 Ramadlan 1419 H (Seri PadangBulan (195)/1999/PadhangmBulanNetDok)

TELAH FITRI-KAH KITA

Telah fitrikah kita, kalau puasa belum merohanikan kehidupan kita Telah fitrikah kita, kalau badan, harta dan kuasa dunia masih menjadi muatan utama kalbu kita Telah fitrikah kita, kalau keberpihakan kita belum kepada orisinalitas diri dan keabadian Telah fitrikah kita, kalau masih tumpah ruah cinta kita kepada segala yang tak terbawa ketika maut tiba Telah fitrikah kita, kalau kepentingan dunia belum kita khatamkan, kalau untuk kehilangan yang selain Allah kita masih eman Telah fitrikah kita, kalau kasih sayang dan ridha Allah masih belum kita temukan sebagai satu-satunya hakekat kebutuhan Ya Allah, jangan biarkan Ramadlan meninggalkan jiwa kami Ya Allah, jangan perkenankan langkah kami menjauh dari kemuliaan berpuasa Ya Allah, halangilah kami dari napsu melampiaskan, serta peliharalah kami dari disiplin untuk mengendalikan Ya Allah, peliharalah Ramadlan dalam kesadaran kami Ramadlan sepanjang jaman Ramadlan sejauh kehidupan Ramadlan sampai ufuk keabadian Emha Ainun Nadjib 12 Ramadlan

DARI HATI KE HATI

Yang kita lakukan ini adalah dialog dari hati ke hati. Cara hati mengungkapkan dan mendengarkan sesuatu itu macam-macam. Terkadang menggunakan mulut dan memakai kata-kata, di saat lain cukup dengan raut muka dan sorot mata, atau bahkan ungkapan hati cukup dengan bisu dan sunyi: hati lain sudah langsung menangkapnya. Ungkapan hati yang sunyi di antara kita tidak bisa dihalangi oleh apapun. Ungkapan melalui sorot mata dan raut muka memerlukan pertemuan langsung atau melalui kamera. Tapi yang punya kamera tidak mungkin menyorot tampang saya kalau hanya membisu dan bengong. Jadi harus menggunakan mulut dan kata-kata. Tapi penggunaan mulut dan kata-kata bisa terhalang oleh tembok teknologi, tembok finansial, tembok rasa takut, dan terutama tembok kekuasaan. Jadi kalau ungkapan hati saya tidak bisa sampai kepada Anda melalui kamera dan kata-kata, saya yakin hati Anda yang bisu sesungguhnya tetap bertegur sapa dengan ungkapan hati saya melalui kesunyian yang tanpa kamera dan media apapun. (Em