Postingan

MENABUNG SORGA

Diam-diam Allah menganugerahkan anjuran agar manusia tidak mengumbar dan menghabis-habiskan kegembiraan dan pesta pora sesuai bulan Ramadhan. Mungkin agar tabungan kebahagiaan kita di sorga bisa bertumpuk sebanyak-banyaknya. Makan jangan terlalu banyak. Kita dididik untuk belajar ngincipi sejumput makanan, dan selebihnya kita nikmati dengan cara memandanginya saja, untuk kita investasikan untuk kegembiraan yang lebih tinggi kelak. Justru itulah nikmatnya berpuasa. Menahan diri di depan makanan dan kenikmatan. Bukankah sehari sesudah Idul Fitri, justru tatkala kita sedang berada di puncak kemenangan dan pesta -- Allah malah men-sunnat-kan kita untuk melakukan puasa Syawal, yang produk pahala, kemuliaan dan kenikmatannya berlipat-lipat? (Emha Ainun Nadjib/Seri PadangBulan (179)/1999/PadhangmBulanNetDok)

PERAN SENYUMAN DALAM PEMBANGUNAN

Seorang istri, yang bermurah hati untuk tersenyum tatkala menyambut suaminya datang, menurut Rasulullah akan diganjar kemuliaan oleh Allah setingkat pahala orang melakukan shalat tarawih. Tentu saja itu bukan anjuran agar para istri sebaiknya tak usah bertarawih, asalkan ia selalu tersenyum kepada suaminya. Sesungguhnya kalau kita murah senyum, pergaulan akan lebih indah, hangat dan segar. Namun demikian atas seulas senyum, sahabat-sahabat kita bisa selalu tanpa sadar menyiapkan seribu penafsiran. Kalau sambil jalan di trotoar kita senyum terus, orang bisa menyangka kita sinting. Kalau dalam situasi berdesakan di bis kota kita tersenyum dan pandangan mata kita mengarah ke seseorang yang hatinya sedang gundah, kita bisa ditonjok karena dia tersinggung atau merasa diejek. Atau kalau sebagai wanita cantik Anda tersenyum kepada saya, lantas ternyata saya GR dan diam-diam menafsirkan bahwa senyuman Anda itu bermakna cinta atau naksir - misalnya -- lantas ternyata tidak ada kelanjutan tindak...

MODE BUDAYA AGAMA

Agama, karena di dalamnya terkandung ilmu dan potensialitas budaya, bisa menjadi cermin yang jernih dan bening. Termasuk bulan Ramadhan, di mana tradisi puasa dihiasi dengan berbagi bentuk kultur. Yang terpantul dari cermin bening Ramadhan bukan hanya kadar kesalehan kita, mutu iman kita, atau kualitas cinta kita kepada Allah -- tetapi bisa juga tercermin kelemahan kita, kekurangan kita, bahkan kemunafikan kita. Misalnya, sebagai masyarakat modern kita sangat sayaaaaaang banget terhadap budaya mode. Sehingga kecenderungan dan muatan mode juga sangat memenuhi perilaku budaya Agama kita, termasuk Ramadhan. Kita sering terjebak untuk memperagakan barang tertentu yang dalam kehidupan nyata tak pernah kita pakai. Kita mengiklankan, mempromosikan dan mensosialisasikan sesuatu yang kita tak perlu setia kepadanya. Sungguh sangat menakutkan kalau puasa, Ramadhan dan Agama kita jebak juga menjadi semacam mode yang kita peragakan -- meskipun tak berarti sepenuhnya kehadiran kita itu acting belaka...

Besar dan Kecil, Permainan Apa, Bu?

Besar dan kecil. Besar kecil. permainan apa sesungguhnya itu, Bu? Ibu mengerjakan besar dan kecil hanya berlaku bagi kedudukan antara Tuhan dan manusia. Selebihnya kata besar dan kecil kita pakai hanya sebagai bahasa, tidak sebagai hakekat. Namun anak-anakmu meniup balonbalon besar untuk menyembunyikan kekecilannya—tidak di hadapan Allah --melainkan di hadapan manusia atau sesuatu lainnya. Anak-anakmu belum memerdekakan dirinya dari struktur kasta besar kecil yang menapasi hampir semua segi perhubungan antara manusia. Sungguh, di hadapan Ibu anakmu harus bertanya dengan perasaan mendalam, kenapa belum bisa dihindarkan berlangsungnya tatanan yang demikian keras membedakan antara yang kecil dengan yang besar? Orang derajat kecil orang derajat besar? Ekonomi kecil ekonomi besar? Kesudraan sosial kecil kepriyaian sosial besar? Serdadu ilmu kecil dan ksatriya ilmu besar? Rendah diri dan besar kepala? Pertanyaan itu harus dipelihara seperti menjaga mutiara hati kecil yang tak pernah terlihat...

REMEH DAN KERDIL

Aku mengalami kehidupan yang remeh yang dihuni oleh penduduk kerdil. Aku warga dari suatu negara yang sangat penuh berisi segala sesuatu yang remeh-remeh, dengan para penghuni yang sangat mengagumi kekerdilan. Aku rakyat dari suatu pemerintahan kerdil yang menjalankan periode-periode remeh. Aku bagian dari perjalanan sejarah suatu mesyarakat kerdil yang sangat sibuk menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang remeh. Aku dilingkupi oleh kebudayaan kerdil dengan perilaku-perilaku yang remeh. Oleh ilmu-ilmu remeh yang disangka kehebatan oleh para pemuja kekerdilan. Oleh pembangunan remeh yang menghasilkan bangunan-bangunan kekerdilan. Oleh pertimbangan-pertimbangan peradaban yang remeh untuk berpanjang lebar memperjuangkan monumen-monumen kekerdilan. Oleh ideologi-ideologi besar yang semakin diterapkan semakin memperjelas keremehan dan kekerdilan pelakunya. Oleh karya-karya remeh yang penciptanya merasa besar sehingga kerdil. Oleh tayangan-tayangan remeh yang pembuatnya sangat membangggakann...

IBUNDA

Ibumu adalah Ibunda darah dagingmu Tundukkan mukamu Bungkukkan badanmu Raih punggung tangan beliau Ciumlah dalam-dalam Hiruplah wewangian cintanya Dan rasukkan ke dalam kalbumu Agar menjadi jimat bagi rizki dan kebahagiaanmu Tanah air adalah Ibunda alammu Lepaskan alas kaki keangkuhanmu Agar setiap pori-pori kulitmu menghirup zat kimia kasih sayangnya Sentuhkan keningmu pada hamparan debu Reguklah air murni dari kandungan kalbunya Karena Ibunda tanah airmu itulah pasal pertama setiap kata ilmu dan lembar pembangunan hidupmu Rakyat adalah Ibunda sejarahmu Rakyat bukan bawahanmu, melainkan atasanmu Jangan kau tengok mereka ke bawah kakimu, karena justru engkau adalah alas kaki mereka yang bertugas melindungi kaki mereka dari luka-luka Rakyat bukan anak buahmu yang engkau berhak menyuruh-nyuruh dan mengawasi Rakyat adalah Tuanmu, yang di genggaman tangannya terletak hitam putih nasibmu di hadapan mata Tuhan Rakyat adalah Ibunda yang menyayangimu Takutlah kepada air matanya, karena jika Ib...

Bekerja itu Memproduksi Tenaga

Ibu, anakmu bukan berpejam mata terhadap betapa penting perkembangan pemikiran-pemikiran. Anakmu belum segila itu. Tapi ia merasa terlibat di dalam belum berhasilnya manusia memfungsikan ilmu pengetahuan untuk berpacu melawan laju kebobrokan. Anakmu memusatkan omongannya ini pada ironi yang anakmu sandang sendiri. Ibu, kami sibuk merumus-rumuskan keadaan, meniti dan menggambar peta masalah, mengucapkan dan mengumumkannya. Pengumuman itu mandeg sebagai pengumuman. tulisan mengabdi kepada dirinya sendiri. Sedangkan Ibu, hampir tanpa kata, berada di dalam peta itu, menjawabnya dengan tangan, kaki dan keringat. Kami menghabiskan hari demi hari untuk mengeja gejala, dengan susah payah berusaha menjelaskan kepada diri sendiri, sampai akhirnya kelelahan, lungkrah dan ngantuk—Ibu pula yang dengan tekun memijiti tubuh kami. Ibu tak kehabisan tenaga. Apakah Ibu menyewanya langsung dari Tuhan? Ya, Bu. Bekerja itu memproduksi tenaga. Berpikir, yang hanya berpikir, selalu menciptakan keletihan, yan...