Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2009

Sedang Tuhanpun Berbagi(ii)

Saya jadi teringat sebuah diskusi serius di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Soal-soal politik, pembangunan, kebudayaan, sistem-sistem rekayasa kesejarahan, serta berbagai hal 'maha' besar lainnya - diringkas dalam suatu kecamuk perbincangan yang penuh semangat, penuh protes dan intelectual acrobat maupun political erection. Serta kemudian rasa letih. Segala sesuatunya bermuara pada kesimpulan yang pe-nuh keyakinan bahwa sistem yang mengatur segala sesuatu di negeri ini musti dirombak. Kesimpulan itu akhimya diburnbui dengan semacam fatwa kepada masyarakat umum yang dianggap suka berpikir irrasional dan bersikap konservatif dalam banyak hal. Fatwa itu sederhana namun mendasar. Yakni, "Saudara-saudara! Ingin saga tegaskan bahwa yang disebut nasib itu sesungguhnya tidak ada. Yang ada ialah sistem, yang merancang dan mengatur jalannya roda kehidupan, yang membikin tetangga Anda naik mobil dan Anda sendiri naik bus kota ...." Forum lantas menggeremang bagaikan tawon m

Sedang Tuhan pun Berbagi (i)

Kalau orang sampai mikir tema spiritualitas pembangunan, itu tak lain karena yang mengerjakan pembangunan itu memang manusia. Mungkin saja dibantu dengan jin, dukun, iblis, setan atau bahkan maiaikat, tapi khalifah utamanya manusia. Yang membuat jembatan adalah manusia. Yang bikin jalan tol juga manusia. Yang membeli ratusan hektar tanah dengan sertifikat in absentia ya manusia. Yang semakin terang-terangan minta sogokan untuk setiap langkah untuk membikin surat resmi ya manusia juga. Yang dagang kambing ya manusia. Bahkan yang dagang orang ya manusia. Ada yang usil "Spiritualitas pembangunan itu apa bisa disebutjuga tuyul pembangunan?". Jawablah why not? Etos tuyul bukan saja merasuk ke dalam mentalitas para manusia pembangunan, ia bahkan juga mempola di dalam sistem-sistem pembangunan. Hal seperti ini tak perlu lagi diterang-jelaskan karena sudah menjadi pengetahuan bersama, bahkan mungkin sudah menjadi pengalaman kita bersama, dalam frekwensi masing-masing. Kalau tuyulisme

Al-Baqarah Telah Memberi Kita Alarm(v)

Semua itu adalah petunjuk bagi kita untuk merevaluasi berbagai gagasan dan anggapan, sangkaan kita tentang pengalaman sehari-hari, namun sekaligus bisa juga membimbing kita di dalam menilai kembali konsep-konsep masyarakat kita tentang kemajuan, kemakmuran, perkembangan, pembangunan, dan seterusnya. Kontekstual dengan itu, adalah metafora Allah tentang 'absurditas' watak manusia ketika Ia menceritakan Bani Israil dan Isa as. dalam hal perintah mencari dan menyembelih sapi. Tergambar di situ betapa manusia memiliki kecenderungan untuk menciptakan kesukaran dan problemnya sendiri. Manusia, masyarakat dan kebudayaannya seringkali gagal memilahkan antara butuh dan mau. Kebutuhan dan kemauan. Kalau diterobos lagi : antara keperluan yang murni dengan nafsu. Baik yang tercermin secara individual maupun yang terkandung dalam gagasan-gagasan suatu sisitim bersama, dalam keputusan politik, kebijakan ekonomi, atau pemilihan pola kebudayaan. Maka pentingnya mempertanyakan kembali anggapan-

Al-Baqarah Telah Memberi Kita Alarm(iv)

Ketika di ayat-ayat awal Allah berfirman dan memberikan gambaran tentang golongan mu'minin, nafiqiin, musyrikiin dan kaafiriin : kita begitu karib dengan deskripsi. Rasanya yang digambarkan Allah itu baru berlangsung tadi pagi, tujuh abad sesudah ayat itu diturunkan, dan di suatu tempat dan lingkup yang kita kenal sebagai 'dunia modern'. Membaca Al-Baqoroh ayat 11, tidaklah tertera di kesadaran kita hipokrisi politik dewasa ini dengan segala anasir dan variabeinya? Itu siapa tahu barang kali juga menyangkut sebagian pemimpin Kaum Muslimin sendiri, atau justru kita sendiri yang sedikit banyak juga memiliki saham di dalam 'dosa bersama' penumbuhan 'kemunafikan struktural' meskipun mungkin kita tidak menyadarinya, seperti yang disebut oleh ayat 12? Pernah kita memiliki sahabat-sahabat, kenalan-kenalan, gagasan-gagasan yang kita jumpai di mass media, di forum-forum diskusi, seminar, pidato-pidato, puisi-puisi, atau dalam obrolan-obrolan lepas sehari-hari, yang s

Al-Baqoroh Telah memberi Kita Alarm (iii)

Kita memang seringkali bersikap konsumtif terhadap jaminan-jaminan Allah. Padahal jaminan itu memerlukan kreativitas kita : artinya kita harus mengasah radar rokhani kita dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, baru kemudian berjanji Allah itu pantas untuk kita kenyam. Sikap konsumtif itu nampakjuga pada kebiasaan banyak Muslim yang karena berbagai konditioning lingkungan ia tidak meletakkan Al Qur'an sebagai buku pokok atau literatur utama di tengah tumpukan buku-buku bantu yang bisa diperoleh di toko-toko buku atau di Universitas dan Sekolah. Ibarat batu permata rokhaninya kurang digosok sehingga tidak cukup mengkilat untuk mampu memantulkan cahaya Allah. Ayat 1 Al-Baqoroh, adalah suatu isyarat. Alf Laam Miim. Para Ulama menyerahkan artinya kepada Allah, sementara Ulama lainnya mencoba menafsirkannya. Ada yang menyebut itu adalah nama Surat, yang lainnya berpendapat itu semacam atraksi untuk menarik perhatian pembacanya, lainnya lagi menganggap itu

Al-Baqarah Telah Memberi Kita Alarm(ii)

Lihat dan bacalah AlQur'an yang amat luar biasa itu, yang terbagi menjadi bagian-bagian, tetapi antara bagian-bagiannya itu saling merangkum, bagian yang satu merangkum bagian yang lain, bagian yang lain merangkum bagian yang satunya, bagian yang ini mengandung bagian yang itu, demikian pula sebaliknya. Bagian-bagian yang tidak parsial, tidak sektoral. Bagiannya mengandung keseluruhannya, keseluruhannya mengandung bagian-bagiannya. Bagian-bagiannya adalah keseluruhannya, kemenyeluruhannya adalah bagian-bagiannya. Sungguh Allah tidak menggertak-sambal ketika ia menantang kaum Musyrikin, jika mereka ragu akan Al Qur'an (juga mungkin menantang keraguan yang kita Kaum Muslimin alarm sendiri), untuk membuat satu ayat saja yang semisal Al Qur'an. Lihat dan bacalah Al Qur'an yang tiada suatu gejala kehidupan dan gejala sejarah pun yang tidak disebutnya, diperingatinya, serta dituntutnya untuk selamat. Ia sedemikian menyeluruh. Jadi sesungguhnya apa yang saya tulis ini sekedar,

Al-Bagoroh Telah memberi Kita Alarm (i)

Salah satu 'ijaz Al Qur'an ialah bahwa sistematikanya tidak dapat dirumuskan. Kita bisa misalnya, menyusun klasifikasi per-disiplin : ada ayat hukum, ayat ekonomi, ayat moralitas, ayat astronomi atau biologi. Ibarat samudra, kita ambil satu ember airnya untuk kita masukkan ke dalam tabung yang berbeda-beda sesuai dengan approach yang kita gunakan. Besok pagi kita akan menemukan suatu kenyataan bahwa pengisian tabung itu bisa kita tukar dan balik atau kita campurkan sekaligus. Kita mungkin akan mengatakan bahwa Al Qur'an adalah suatu dimensi petunjuk yang multikompleks, kamil, paripurna namun sesungguhnya lebih dari itu. Al Qur'an itu tiada 'jarak'nya dengan Allah : dan kita menyebut Allahu Akbar. Akbar bukan Kabiir. Bukan saja Maha Besar, melainkan lebih dari Maha Besar. Jika kita mampu membayangkan yang lebih besar lagi dari batas besar yang bisa kita capai, maka Ia lebih besar. Jika Maha Besar itu seolah-olah bisa kita 'fahami' dengan rasa-pengertian k

Allah dan Slang-slang AC

Aku ini kere yang sering memperoleh kesempatan untuk munggah mbale. Maksudku, karena dari hari ke hari hidupku hampir selalu di perjalanan dan berpindah-pindah tempat untuk memenuhi undangan-undangan – baik dari orang-orang yang benar-benar mempercayaiku, maupun dari orang-orang yang sekedar membutuhkanku namun diam-diam ngedumel di dalam hati mereka – maka terkadang aku diinapkan di hotel-hotel. Sesekali di hotel berbintang banyak. Saat lain di hotel sedengan. Terkadang di losmen, di mess, atau di rumah kosong yang tak ditempati karena si empunya tidak mungkin membagi punggungnya ditugel-tugel jadi banyak agar bisa menempati banyak rumahnya. Yang aku selalu merasa terancam adalah kalau ditidurkan di rumah orang, artinya di rumah yang dihuni oleh sebuah rumah tangga. Soalnya pasti tuan rumahku orang baik, selalu menjamu dan menghormati secara maksimal, menyediakan makan minum dan tempat tidur yang lebih dari layak. Kemudian kami harus dayoh-dayoh-an penuh sopan santun dan wajib penuh b

Puisi yang Sengaja Dibikin Gelap Mengenai Harimau

Puisi ini oleh penyairnya sengaja agak digelap-gelapkan, dengan alasan yang sangat gampang dipahami: yakni karena temanya adalah harimau, dan harimau itu di era sejarah kapan pun insya Allah selalu menakutkan Kalau kepergok harimau, manusia selalu bersegera lari dan melingkar-lingkar mencari keselamatan. Maka demikian pulalah puisi ini. Untunglah menurut para Suhu, lari ketika ada musuh adalah jurus kependekaran yang tertinggi Apalagi penyair puisi ini juga tahu persis bahwa akhir-akhir ini setiap orang diam-diam merasakan dalam kegelapan batinnya bahwa harimau bukan saja menakutkan: lebih dari itu perilakunya sudah sampai pada taraf mengerikan Terutama karena di zaman kemajuan ini harimau memiliki kecanggihan bukan saja dalam memegang pentungan atau menembakkan senapan, tapi juga piawai mengoperasikan washing machine di mana jutaan gumpalan otak manusia dijejal-jejalkan di dalamnya Akan tetapi penyair kita ini tetap dengan penuh kesadaran menggelapkan puisi ini, sebab meskipun harimau

BERSARANG

Sebuah tenaga asing bersarang di telapak tangaku Aku tahu kamu! Alam sedang hamil Semesta terkatung-katung di lorong buntu Api zaman menggeliat, menyongsong hari-hari terakhir pingitannya Tenaga asing, aku bertanya kepadamu kenapa musti datang dengan tekateki Kamu fosil kapak Ibrahim yang akan memancing api kemudian memadamkannya Kamu kerak tongkat Musa yang membelah samudera dan mengantarkan mereka ke zaman di seberang Kamu terompah Muhammad yang berderak kembali dari pengasingan Kamu gigir pedang Ali yang bercabang Tenaga asing aku tahu siapa kirim kamu ke aku Tapi sebutkan berapa era kegelapan lagi harus kunantikan Berapa dekade kesabaran lagi harus orang-orang malang itu bayarkan Berapa kurun kearifan lagi harus dipamerkan oleh siapa pun yang berputus asa Ke arah mana tenagamu ini harus kulemparkan Cambuk punggungku sekarang. Bentak telingaku. Tarik busurmu 1994 (Emha Ainun Nadjib/"Doa Mohon Kutukan"/Risalah Gusti/1995/PadhangmBulanNetDok)

Perjalanan Dusta

Tujuh Wali Kekasih Tuhan, yang terdiri dari Empat Wali materi dan Tiga Wali Rohani, memutuskan untuk minggat selama-lamanya dari permukaan bumi Mereka melarikan diri dengan tujuan hendak langsung menemui Tuhan di pesanggrahan-Nya, untuk mengadakan semacam unjuk rasa dan melontarkan sejumlah protes keras Mereka adalah Wali Penjaga Tanah, Wali Penggembala Api, Wali Pemelihara Air, Wali Penunggu Logam, Wali Penabur Cahaya, Wali Penegak Akal, serta Wali Pembersih Nurani Oleh ketujuh Kekasih Allah itu disepakati tiga alasan pokok yang menyebabkan mereka minggat Pertama, di wilayah tugas mereka jumlah dusta alias kebohongan sudah hampir tak terhingga, sampai tak tertampung kapasitas komputer dengan mega-harddisk berukuran 1,3 trilyun giga byte Kedua, para pemimpin dan anggota kelompok-kelompok yang memotori proyek-proyek ketidakadilan, yang mempercanggih manipulasi-manipulasi atas undang-undang, yang mensistematisasi birokrasi pemiskinan merasa sangat yakin bahwa justru merekalah calon-calon

Di Bayangan Merapi

Tuhan Pengasuh alam dan manusia Jika gunung berapi memuntahkan lahar Engkau mengambil alih muntahan itu dan kalau Engkau yang melahari kami pasti Engkau sertakan juga makna yang tak terperi Tuhan Penyantun siang dan malam Jika gunung gerapi menghembuskan hawa panas Engkau mengambil alih hembusan itu dan kalau Engkau yang memanasi kami pasti panas itu datang disertai arti Tuhan Pembimbing gelap dan terang Jika gunung berapi menghantamkan kehancuran Engkau mengambil alih hantaman itu dan kalau Engkau yang menghantam kami pasti Engkau janjikan juga rahmat dan kasih Tuhan Pengurus segala kesedihan dan kebahagiaan Ambil-alihlah pikiran kami agar menjadi jernih Ambil-alihlah hati kami agar membening Ambil-alihlah kesadaran kami, agar seluruh makna bencana ini menjadi awal kebangunan kami 1994 (Emha Ainun Nadjib/"Doa Mohon Kutukan/Risalah Gusti/1995/PadhangmBulanNetDok)

Nasionalisme Burung-burung

Engkau selalu bertanya kepada burung-burung, tanpa engkau sadari bahwa engkau selalu bertanya kepada burung-burung: "Milik siapakah kalian?" Dan burung-burung selalu menjawab: "Pemilik kami Tuhan kami, namun Ia meminjamkan diri kami ini kepada kami, kemudian kami pinjamkan diri kami kepada kumpulan manusia yang menghuni tanah dan padang-padang di mana kami beterbangan mencari makan" Seterusnya engkau bertanya: "Kapan kalian akan mengembalikan diri kalian kepada Tuhan, dan kapan kumpulan manusia itu akan mengembalikan diri kalian kepada diri kalian?" Burung-burung menjawab: "Setiap saat, kapan pun saja, kami siap mengembalikan diri kami kepada Pemiliknya. Namun kami tak bisa melakukannya, karena manusia tidak mau mengembalikan diri kami kepada diri kami...." *** Demikianlah juga jawaban pepohonan, rumput-rumput, gunung dan perbukitan; demikianlah juga jawaban tanah dan air, darah dan daging, hutan dan sungai-sungai, jika engkau ber

Hati Semesta

Betapa dahsyat penciptaan hati Bagai Tuhan itu sendiri Oleh apa pun tak terwakili: Ia adalah ia sendiri Semalam batok kepalaku pecah Dipukul orang dari belakang Tatkala bangun di pagi merekah Hatiku telah memaafkan Hati bermuatan seribu alam semesta Dindingnya keremangan Kalau kau keliru sapa Ia berlagak jadi batu seonggokan Kepala negara hingga kuli mengincar Menjebak dan mencuri hidupmu Namun betapa ajaib sesudah siuman Kau percaya lagi Betapa Tuhan serasa hati ini Dicacah dilukai berulangkali Berdarah-darah dan mati beribu kali Esok terbit jadi matahari 1994 (Emha Ainun Nadjib/"Doa Mohon Kutukan"/Risalah Gusti/1995/PadhangmBulanNetDok)

Kafilah 190 juta

Kafilah 190 juta Menatap cakrawala Astaga! Kafilah 190 juta Menatap cakrawala Aku sapa mereka dan bertanya: "Gerangan apa yang tampak di cakrawala?" Serempak terdengar jawaban dari mulut mereka: "Jakarta teguh beriman, Yogyakarya berhati nyaman Solo berseri, Semarang kota atlas, Salatiga..." Kafilah 190 juta Betapa, O, betapa Kafilah 190 juta cintaku Bersepakat untuk menempuh Perjalanan yang berjejal-jejal Dan penuh sesak Kulambaikan tanganku dan kutegur : ''Perjalanan macam apakah gerangan yang kalian tempuh, saudara-saudaraku?" Bergema jawaban dari seluruh barisan: "Perjalanan jangka panjang! Perjalanan bertahap-tahap!" Kafilah 190 permata jiwaku Bersepakat untuk mengubah Perjalanan yang sendiri-sendiri Menjadi perjalanan bersama-sama Aku bisikkan ke telinga sebagian mereka: "Bersama-sama duduk dan bersama-sama berdirikah kalian dalam perjalanan bahagia ini?" Dengan berbisik pula sebagian anggota rombongan itu menjawab: "Sebag